sarjana ojek

Entah sudah berapa kali banyak yang menanyakan apakah iklan TV Gudang Garam Merah setelah ‘Sarjana Ojek’ yang bikin petakumpet? Hal itu dikarenakan iklan TV setelah Sarjana Ojek sepertinya bukan style-nya petakumpet. Dan jawabannya; yang bikin memang bukan petakumpet. Aku nggak mau cerita mengenai hal itu. Lebih baik aku cerita saja tentang Sarjana Ojek 🙂

Pernah nonton film Slumdog Millionare? Film yang memenangi piala oscar ini menceritakan tentang seorang anak dari pemukiman kumuh yang bisa menjawab semua pertanyaan di acara terkenal Who Wants to be a Millionare. Dia bisa menjawab pertanyaan itu karena semua pertanyaan itu berhubungan dengan ingatan rentetan peristiwa yang dialaminya di waktu kecil hingga dewasa. Ketika aku menonton film ini, aku jadi teringat bahwa sebagian besar ide-ide dari iklan yang aku ikut terlibat di dalamnya, banyak berasal dari ingatan pengalaman-pengalamanku waktu kecil hingga sekarang. Salah satunya adalah iklan TV ‘Sarjana Ojek’ Gudang Garam Merah. Mungkin ‘Sarjana Ojek’ ini merupakan pengalamanku yang paling menarik dan tak terlupakan dalam membuat iklan.

Briefnya datang pas puasa pada tahun 2009, sekitar bulan September, saat aku harus mewakili kreatif sendirian ke Jakarta naik kereta (lihat postingan “Nyamuk dalam milo” https://husnimuarif.wordpress.com/2009/09/07/nyamuk-dalam-milo/). Kebetulan setelahnya dari Jakarta aku juga sedang sibuk menangani sebuah produk teh yang akhirnya harus pitching ulang, jadi aku harus menuntaskan dulu yang ini, baru bisa bergabung menggodok ide untuk Gudang Garam Merah. Brief-nya adalah membuat iklan TV Gudang Garam Merah versi kedua setelah PHK. Saat itu iklan TVC Gudang Garam Merah versi PHK disutradarai oleh Iman Brotoseno.

.

.

Alur, tone and manner, soul and character-nya sama dengan yang versi PHK. Hanya saja disini ceritanya harus sedikit ringan dibandingkan versi PHK. Sehingga dari klien memberi mandatori untuk menambahkan unsur fun, yang mana unsur fun tersebut harus bisa dibedakan dengan unsur fun-nya Sampoerna Hijau dan Djarum 76. Celakanya lagi, awal Desember, ide tersebut harus siap untuk syuting. Karena aku sedang sibuk meng-handle brief produk teh, maka saat itu yang ditugaskan untuk brainstorm hanya diserahkan pada dua orang dari tim kreatif. Dari beberapa alternatif didapatkan story yang cukup lumayan dengan mengangkat Tukang Ojek.

Ketika tugasku selesai, aku langsung dihadapkan pada storyline tentang Tukang Ojek. Aku lupa bagaimana ceritanya, tapi yang jelas ada tukang ojek yang kehilangan motornya yang merupakan sumber penyambung hidup baginya. Tugasku adalah mengemas ulang menjadi sebuah story yang lebih baik, dan ada unsur fun-nya. Dan yang lebih menambah beban berat lagi adalah perlu tambahan satu alternatife storyline lagi. Oh tidoaak!

Aku jadi teringat dengan storyline ‘usaha laundry’ yang tidak terpakai saat dibuat  untuk alternatif tambahan versi PHK dulu. Bagaimana kalau itu diangkat lagi? Tapi masak sama sih? Otakku langsung mengalami badai yang luar biasa hebatnya. Ayolah! Cara yang paling cepat untuk mencari insight yang kuat adalah dengan menjadikan diri kita sebagai bagian dari target produk tersebut! Being the fish, not seeing the fish! Kira-kira seperti itulah yang pernah dikatakan Account Executive Ogilvy jaman kuliah dulu. Laundry… laundry… berarti mencuci… peristiwa menjengkelkan apa yang pernah kau alami saat mencuci pakaian sendiri?!!

Syuuut… pikiranku langsung flasback ke masa waktu aku pertama kali indekos di Jogja pada tahun 2002. Waktu itu aku rame-rame bersama teman-temanku SMA indekos di Tamsis untuk ikut bimbingan belajar di Neutron untuk persiapan SPMB. Saat itu suasana sedang galau-galaunya karena teman-teman yang lain sudah ada yang diterima di Perguruan Tinggi Swasta, alias sudah menyandang predikat ‘mahasiswa’ Eh, namanya juga pertama kali indekos, maka hampir tiap hari aku mencuci pakaianku. Maklum, kalau di rumah biasanya dibantu ibuku, jadi tidak selalu tiap hari mencuci, maka pikirku kalau indekos kan sendirian, jadi harus mencuci tiap hari agar beban lebih ringan.

Ceritanya temanku yang ngekos bareng denganku lama-lama jenuh juga melihatku tiap pagi atau sore nyuci. Maka mulailah dia berkelakar “Wah Husni ini hebat, belum ikutan SPMB sudah punya titel SU” Lalu aku bilang “Apa itu SU?” “Sarjana Umbah-umbah*, huahaha…” Lalu temanku yang lain ikutan tertawa sampai ngakak. Nggak cuman berhenti sampai di situ, kemana-mana sebutan itu terus diperbincangkan ke teman-temanku “Eh, tahu nggak, Husni sudah SU lo, huahahahaaa…” Ketemu sama yang lain aja dapet sapaan “Apa kabar Sarjana Umbah-umbah?” Bahkan sampai amplop pengumuman lulus SMA juga ditulisi; Kepada Husni S.U. Aku tak tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan amplop itu. Mendapatkan julukan Sarjana Umbah-umbah sebelum aku menjadi mahasiswa beneran sangatlah menjengkelkan. *(Umbah-umbah= mencuci pakaian)

Dan dari Sarjana Umbah-umbah inilah terciptalah ide Sarjana Ojek. Aku jadi teringat dengan realita yang terjadi pada lulusan mahasiswa setiap tahunnya. Mereka yang seharusnya S.H (Sarjana Hukum) malah menjadi S.K (Sarjana Kasir) Yang S.Pd malah menjadi SPG, dsb. Insight ini sangat kuat dan mengena sehingga aku bisa mengembangkan ceritanya dengan mudah. Untuk alternatifnya juga tak jauh-jauh dari tema tentang cita-cita dengan profesi yang saling bertolak belakang. Judulnya kalau tak salah “Dokter Komputer” namun yang terpilih klien adalah Sarjana Ojek, karena sangat kuat emosinya.

Untuk bumbu fun-nya, cerita versi aslinya sebenarnya bunyi alarm-nya diambil dari lagu Ketahuan-nya Matta Band. Jadi ketika kunci sepeda motor dibobol, maka alarm akan berbunyi keras berkali-kali “O-o.. kamu ketahuaaan.., O-o.. kamu ketahuaaan…” Namun dari klien meminta untuk dibuatkan lagu dangdut sendiri ala Tukang Ojek. Aku nggak tahu alasannya kenapa. Untuk alur story-nya pun mendapatkan treatment habis-habisan oleh Dimas Djay (sutradara Velocity-PH terpilih) Aku agak nggak setuju, karena aku merasa ceritanya menjadi sedikit berat ditangkap audiens, namun lama-kelamaan treatment ini bisa diterima juga. Beginilah jadinya…

.

.

Alhamdulillah, iklan versi kedua ini tingkat reminding-nya di audiens lebih kuat dibandingkan versi PHK (meskipun sebenarnya tanpa versi PHK iklan ini nggak bakalan tercipta) Terbukti ketika aku sedang presentasi untuk mahasiswa di sebuah kafe, baru menayangkan tampilan awal iklan ini saja, dari pelayan yang di kafe sudah ada yang teriak “Mau ke mana Sarjana Ojek?”

Terima kasih teman-teman seperjuanganku waktu SMA, gara-gara kalian aku bisa mendapatkan ide ini tanpa harus melalui proses observasi target audience yang panjang dan brainstorm yang berlarut-larut 🙂

Tags: , , , ,

One Response to “sarjana ojek”

  1. CITS-UGM « No Time for Nggombal Says:

    […] Mereka tak bisa mengejekku Sarjana Umbah-umbah lagi (lebih detailnya, baca postingan Sarjana Ojek https://husnimuarif.wordpress.com/2011/07/20/sarjana-ojek/) Dan kalimat Menimbang – Mengingat – Memutuskan menjadi kalimat yang membuat mereka iri […]

Leave a comment