nderes Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia dan penuh dengan keistimewaan. Diantara keistimewaan itu adalah pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan 17 Agustus yang merupakan Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ke-66. Suasananya hampir-hampir sama dengan 66 tahun yang lalu ketika Indonesia diproklamirkan juga saat bulan puasa. Hanya saja waktu itu tanggal 17 Agustus adalah tangaal 7 Ramadhan. Namun yang paling istimewa, tanggal 17 Ramadhan adalah tanggal lahirnya Al-Qur’an alias pertama kalinya ayat Al-Qur’an diturunkan yang disebut Nuzulul Qur’an. Dan rasanya kalau di bulan Ramadhan ini kita tidak mengkhatamkan Al-Qur’an minimal sekali, rasanya kurang afdal.

Kalau di kalangan orang Jawa membaca Al-Qur’an biasanya dinamakan “nderes”. Aku nggak tahu asal mulanya mengapa membaca bisa menjadi “nderes” bukannya “moco”. Mungkin dari kata “ndarus” Padahal “ndarus itu artinya bukan membaca tapi mempelajari. Tadarus dari kata “Yadrisa”, sehingga Tadarus Al-Qur’an itu mempelajari Al-Qur’an, bukan hanya sekedar membacanya saja. Kalau membaca saja namanya Qiro’atul Qur’an. Kalau di kita dikenal dengan “Qiro’ah” alias membaca Al-Qur’an dengan indah. Padahal membaca biasa saja sudah dinamakan qiro’ah. Aku tak terlalu mempersoalkan istilah itu, yang jelas setiap bulan puasa aku harus sebisa mungkin menyempatkan waktuku untuk nderes Qur’an sampai khatam. Dan alhamdulillah, setiap Ramadhan aku bisa khatam. Sepanjang perjalanan hidupku, kebanyakan aku khatam dengan Al-Qur’an kecil ini.

Ada yang menarik dari Al-Qur’an yang ukurannya sebesar Blackberry ini (sepertinya, habis aku nggak pernah megang Blackberry sih) Al-Qur’an itu pemberian dari siapa, aku nggak begitu tahu. Yang aku ingat waktu aku pertama kali mau hijrah ke Jogja, aku dikasih pesan orang tua jangan sampai lepas dan jauh dari Al-Qur’an. Paling tidak dibaca lah. Sehingga aku memutuskan untuk membawa Al-Qur’an yang praktis dan bisa dibaca dimana saja. Aku ambil Al-Qur’an kecil ini yang sebelumnya menjadi pajangan di lemari kaca, karena sepertinya tidak ada yang pernah memakainya. Di rumah kalau baca Al-Qur’an biasanya yang tulisannya gede dan tebal. Maka sejak saat itu aku mulai membaca Al-Qur’an tiap habis subuh dengan Al-Qur’an kecil ini.

Al-Qur’an kecil ini aku bawa dimana saja, dan biasanya aku jadikan tempat untuk menyelipkan pas foto 3×4 di situ, kalau-kalau diperlukan (jahat banget yah aku?) Al-Qur’an itu selalu ada di tasku. Ajaibnya tasku pernah kecolongan di Masjid Mujahidin UNY, tapi ternyata Al-Qur’an-nya selamat, karena sehabis kubaca seusai subuh, aku lupa menaruhnya di tas kembali.

Lama-kelamaan aku merasa ganjil dengan Al-Qur’an ini. Lembar demi lembar kubaca, lama-lama aku kesusahan membaca cetakan huruf Arab yang kecil-kecil itu. Hingga akhirnya aku harus meminjam Al-Qur’an lain untuk mengetahui bagian yang susah dibaca itu bacaannya bagaimana. Tapi ternyata yang susah dibaca lama-lama bertambah banyak. Aku takut salah, karena beda satu huruf atau harakat saja di Al-Qur’an bisa beda maknanya. Maka agar lain kali aku tidak salah saat kembali membaca lagi, aku tuliskan bacaannya di samping tulisan yang susah dibaca dengan menggunakan pensil mechanic atau dengan Drawing Pen ukuran 0.1.

Nah, ketika aku sudah baca seluruhnya dari juz 1 hingga 30 dengan menambahkan tulisan kecil di bagian yang susah dibaca, otomatis kalau aku mau khataman lagi, harapannya aku tidak salah baca dan tak perlu bawa Al-Qur’an lain untuk mengoreksi. Tapi ternyata setiap mau khataman lagi pasti ada bagian yang sulit dibaca. Sehingga tiap Ramadhan ketika aku mau khataman dengan Al-Qur’an  kecil ini, aku selalu membawa Al-Qur’an lain dan pensil mechanic untuk mengoreksi. Entah itu titik yang membedakan huruf ta’ dan nun, atau ya’ dan ba’, dan juga tasydid yang kukira huruf tsa’ ternyata ta’ yang ditasydid. Pokoknya banyak lah, dan pasti ada. Sehingga aku sampai sempat berpikir, apakah Al-Qur’an kecil ini adalah Al-Qur’an palsu yang sengaja dicetak oleh orang kafir untuk menjerumuskan orang muslim dengan kesalahan kecil dalam membaca Al-Qur’an?

Kalau saja memang benar, lebih baik kubakar saja Al-Qur’an kecil ini agar tidak menjerumuskan yang lain. Namun bukankah sesungguhnya Allah selalu menjaga Al-Qur’an itu sampai hari akhir nanti? Apakah Al-Qur’an kecil ini sengaja diciptakan untuk memberiku tugas menjaga Al-Qur’an dengan membenarkan bacaan yang sulit dibaca? Hehe… Bisa jadi. Kalaupun iya, maka aku akan selalu bersemangat mengkhatamkan Al-Qur’an kecil ini dengan selalu mengoreksi bacaan yang susah dibaca. Biar pahalanya dobel, hehe..

Pernah aku menemukan keganjalan yang sangat jelas, yaitu pada surat 40, juz 24. Di Al-Qur’an lain surat 40 adalah surat Al Mu’min, namun di Al-Qur’an kecil ini malah surat Al Ghafir. Wah jangan-jangan memang Al-Qur’an palsu nih? Namun ternyata keraguanku itu terpecahkan ketika aku membaca Al-Qur’an lain yang lengkap dengan terjemahannya. Di situ dijelaskan bahwa surat Al Mu’min juga dinamakan pula Al Ghafir, dan At Thaul.

Sepertinya ini adalah pertanda bagiku bahwa Ramadhan tahun depan jangan hanya mengkhatamkan saja tapi juga harus mendalami maknanya seperti dalam acara Tafsir Al Mishbah yang ditayangkan setiap bulan puasa di Metro TV jam 03.00 pagi oleh Pak Quraisy Shihab. Sedang urusan menghafal sih, kalau dipahami tafsirnya tiap ayat, nantinya juga hafal. Tapi apa bisa aku mengkaji Al-Qur’an? Satu ayat saja kalau diurai bisa menjadi buku yang tebal. Rasanya memang berat, perlu niat yang kuat, perlu waktu lama dan sepertinya harus didampingi ustadz. Dan yang jelas aku harus resign, hehe…

Tapi dari situ aku mulai paham dan jelas, kemana dan apa yang harus aku lakukan kalau seumpama aku resign. Ya cukup hanya dengan mengkaji Al-Qur’an, mengamalkan, dan mengajarkannya, itu sudah lebih dari cukup. Karena semuanya itu bisa diselesaikan dengan Al-Qur’an. Banyak persoalan hidup manusia yang terselesaikan lewat Al-Qur’an, namun sedikit yang mau bersungguh-sungguh mencari di dalamnya (termasuk aku, hehe..) Kata ustadz Awan Abdullah; tidak sedikit ustadz atau ulama yang minim pendidikan formalnya, namun bisa menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai persoalan rumah tangga, psikolog, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Siapapun ustadznya. Hal itu menandakan bahwa Al-Qur’an lengkap berisi berbagai bidang tersebut sehingga cukup menjadi petunjuk bagi manusia yang tersesat dalam menjalani hidupnya.

Saya rasa begitu.

Tags: ,

2 Responses to “nderes Qur’an”

  1. saleh Says:

    Informasi yang bagus. Moga-moga jadi amal jariah.

  2. adji Says:

    itu nyata,,,dan saya percaya,,,keep nderes,,,,hehe

Leave a reply to saleh Cancel reply