Aku nggak nyangka kalau pekerjaan mencukil sandal jepit bisa menjadi sebuah pekerjaan yang memberikan kepuasan dan apresiasi tersendiri. Apalah artinya sebuah sandal jepit? Toh di masjid banyak juga sandal jepit dengan cukilan nama-nama pemiliknya. Tapi mereka cuman sekedar ngasih tanda, bikin-nya nggak serius, apalagi dengan sepenuh hati 🙂 Sejak pertama kali aku mencoba dan membuatnya, aku menyadari kalau barang remeh-temeh apapun itu, kalau dipermak dan diperlakukan dengan baik (dan penuh keikhlasan hati), akan menjadi sesuatu yang spesial dan layak diapresiasi.
Entah sudah berapa kali aku bikin art-swallow. Yang jelas aku ingin share pengalamanku bagaimana membuat sebuah karya seni pada media sandal jepit dengan baik dan benar 🙂 Web-web di luar yang memajang karya-karyaku sebelimnya yaitu Tribute to Teguh Santosa (https://husnimuarif.wordpress.com/2010/06/19/a-tribute-to-teguh-santosa/) menyebutnya sebagai flip-flop art. Aku merasa seperti akulah yang memulai (dengan pengerjaan yang serius) jenis seni ini, sehingga sudah menjadi kewajibanku untuk menyebarkannya. Ilmu tak akan berguna kalau tidak di-share dan diajarkan ke yang lain, bukan begitu? Tapi sebelum aku memberikan tutorial, aku akan memberitahu dulu bahwa kunci atau rahasia dari semua ini adalah kesabaran. Jadi ini adalah tutorial yang dikhususkan buat orang-orang yang sabar. Bagi yang belum sabar atau sudah merasa sabar, tutorial ini cocok sekali untuk melatih kesabaran Anda 🙂
Dalam membuat gambar cukilan di sandal jepit, alat yang diperlukan adalah pensil mekanik (dan penghapus) untuk menggambar di alas sandal, cutting pen untuk mengiris, dan pinset untuk mengangkat bagian yang mau dicukil. Nah prosesnya sebenarnya mudah, tinggal kita gambar apa kita inginkan di atas sandal dengan menggunakan pensil mekanik, lalu mengirisnya dengan cutting pen, dan mengangkatnya dengan pinset, selesai. Lalu bagaimana biar hasilnya bisa bagus dan detail? Ya dikerjakan dengan sabar. Begitu saja tutorialnya, mudah bukan? 🙂
Tapi kali ini aku akan menunjukkan sebuah proses bagaimana agar bisa membuat tulisan, logo, atau gambar, dengan rapi dan presisi, serapi bikinan dari mesin atau hasil olahan komputer. Kali ini yang akan kujadikan contoh adalah desain Laziale Indonesia part 2. Awal aku membuat Laziale Indonesia, aku sangat kesusahan bagaimana agar bisa menggambar logo Lazio dengan rapi, baik lengkungan maupun ukurannya yang presisi, memindahkannya ke dalam sandal dengan cara manual. Apalagi kalau sudah menyangkut font tulisan. Dari pengerjaan desain Laziale yang pertama itulah akhirnya aku mendapatkan cara yang lebih mudah dan cepat daripada cara sebelumnya yang menceritakannya saja aku malas. Cara ini sebenarnya sama dengan cara membuat stiker cutting manual.
Pertama adalah, siapkan desain logo dan font di komputer. Biasanya sih aku path dulu dalam bentuk vector ke dalam Corel Draw, lalu sesuaikan ukurannya dengan area sandal. Biasanya agar ukurannya tepat, aku potret sandal jepit dari atas, lalu aku transfer dengan ukuran skala sebenarnya ke dalam komputer. Setelah itu desain logo aku atur di atas gambar sandal tersebut untuk melihat tingkat keterlihatan dari berbagai sisi.
Gambar tersebut lalu di-mirror (dibalik) lalu di-print.
Mengapa harus dibalik gambarnya? Bagaimana agar gambar desain tersebut bisa ter-deliver dari komputer ke atas permukaan sandal? Nanti kamu akan tahu jawabannya.
Setelah di-print, tibalah ke proses yang lumayan sulit dan membutuhkan kesabaran, yaitu bagaimana biar gambar hasil print bisa berpindah ke atas sandal. Yang perlu dipersiapkan adalah Boxy atau Drawing Pen Snowman ukuran 0.1 dan sampul bening buku (samak plastik). Letakkan sampul bening ke gambar hasil print, lalu selotip bagian pinggirnya agar tidak bergeser posisinya. Lalu mulailah duplikasi atau membuat mal-nya dengan di-blat menggunakan boxy.
Ini membutuhkan konsentrasi dan ketelitian tinggi agar garis gambar yang diciptakan boxy tidak bergeser dan bisa pas sama dengan gambar hasil print. Dan sekali lagi, dibutuhkan kesabaran. Kadang aku memerlukan cahaya tambahan dari lampu belajar agar bisa melihat dengan detail arah garisnya. Ini seperti pekerjaan tukang bedah di ruang operasi. Penuh kehati-hatian dengan keringat yang perlahan-lahan keluar membasahi kening. Sampul plastik dan boxy ini sangat-sangat sensitif. Tersentuh sedikit saja, goresan boxy yang sudah jadi, bisa hilang tersapu kulit karena tak sengaja. Kalau garis yang kita ciptakan salah atau melenceng dari garis yang ada di print, maka tinggal dihapus saja dengan jari, tapi jangan sampai mengenai garis yang sudah benar, atau harus mengulangi lagi dari awal. Makanya harus dipikirkan dari arah mana untuk memulai nge-blat agar tak terkena gerakan tangan kita. Posisi tubuh juga dibuat senyaman mungkin, karena proses ini membuat pergelangan tangan dan leher pegal. Jika sudah terbiasa, maka tanpa penggaris pun kita bisa membuat garis lurus, membuat lingkaran pun bisa sangat mulus.
Setelah proses nge-blat selesai, angkatlah sampul plastik itu dan potonglah hingga didapat mal-nya saja.
Siapkan selotip kertas, dan balutkan dengan rapi pada permukaan sandal jepit.
Kemudian baliklah sampul plastik mal tadi, sehingga gambar yang terbalik menjadi tidak terbalik lagi dan posisi goresan boxy berada di bawah. Tempel, lalu atur posisinya. Selotip bagian pinggir-pinggirnya agar tidak bergeser.
Setelah itu gosok-gosok semua garis outline dari hasil boxy tersebut dengan pensil mekanik. Nah, nantinya tinta boxy yang dari sampul tersebut akan berpindah ke selotip kertas. Pastikan semua garis sudah tergosok.
Angkat sampul plastik tersebut, dan tadada… Logo Lazio sudah ter-deliver ke sandal. Nah, kini sudah tahu kan jawabannya? 🙂
Hwew! Ternyata susah ya untuk mindahin gambar desain dari komputer ke sandal.
Selanjutnya, saatnya Slice and Dice Spud!
Dalam proses menyayat (ngeri banget bahasanya) Dalam proses mengiris, posisi terbaik mata pisau cutting pen adalah tegak lurus dengan permukaan sandal jepit. Irislah dengan pelan dan menjiwai seolah kau menyatu dengan sandal itu. Nikmatilah proses itu, maka kau akan mendapatkan ritmenya. Nikmati saat mata pisau berjalan perlahan mengikuti garis outline, baik garis lurus atau lengkungan, begitu juga saat menghunjamkan bagian yang detil dengan lembut, ahh…(lebay yah?) Ini seperti pekerjaan seorang koki dalam meracik masakan, atau seorang pilot yang menerbangkan dan mendaratkan pesawat dengan sangat mulus sehingga perjalanan terasa sangat menyenangkan, ataupun juga seorang komposer dalam menggubah musik nan indah.
Jangan terburu-buru, nikmatilah, bahkan saat kau mencabut bagian demi bagian dengan pinset. Kelihatannya mudah, tapi proses ini lama sekali dan sama susahnya atau mungkin lebih susah daripada memindahkan mal dari hasil print ke sandal. Dan sekali lagi dibutuhkan kesabaran agar tercipta ritme pekerjaan yang menyenangkan.
Jika semua sudah teriris dan terangkat oleh pinset, saatnya melepaskan selotip kertas dari sandal itu.
Lihatlah hasilnya. Kau seperti baru saja mengoperasi plastik wajah seseorang dan tak sabar melihat hasilnya. Dan ketika semuanya dikerjakan dengan baik, hasilnya… Sempurna! Ternyata hasil dari kesabaran itu sangat indah ya? 🙂
Sudah begitu? Masih bisa lagi. Setelah sabar, selanjutnya adalah syukur. Caranya? Dengan memberi nilai lebih pada setiap hasil pekerjaan kita. Pikir apa ada yang bisa diberikan lagi sehingga karya itu menjadi karya yang tidak hanya sempurna, tapi juga sebuah karya masterpiece. Melihat bekas kelupasan karet sandal yang tak terpakai, ternyata bisa dimanfaatkan lagi. Bekas cukilan tulisan Laziale sangat sayang kalau dibuang, sehingga aku berniat untuk menempelkan lagi pada bagian bawah sandal sama seperti yang kulakukan pada sandal Laziale yang pertama.
Hanya saja kali ini menempelkannya memakai lem Castol, sedangkan sebelumnya memakai Alteco yang langsung keras dan tak bisa menyatu dengan karet sandal.
Nah habis itu jadi bingung, bekas cukilan yg bagian bawah mau buat apa yah? Apa mau ditempelin di bagian atas? Hehe…
Bekas cukilan lain yang lumayan luas bidangnya pun bisa dimanfaatkan menjadi ikon Lazio yaitu elang yang kebetulan aku dapatkan gambarnya di Google Image.
Hanya main garis-garis, tapi keren lah 🙂
Jika kita bersyukur dengan memberi lebih pada setiap pekerjaan kita, maka hasil dari pekerjaan kita pun akan dihargai lebih pula. Kita pun akan mendapatkan apresiasi yang lebih. Bagaimana kalau tidak? Ya selanjutnya kita harus ikhlas 🙂 Kok jadinya seperti setiap aku memulai nge-twit yah? SABAR- SYUKUR -IKHLAS? hehe.. Selain bekerja keras dan bekerja cerdas, bekerja dengan ikhlas akan membuat kita begitu mencintai pekerjaan kita. Bukankah hakikat dari mencintai itu adalah mengikhlaskan? Just let it go. Ini untuk memastikan bahwa ada semangat bertawakkal saat melakukan sesuatu, baik pada sebelum, saat, maupun setelah melakukan pekerjaan. Toh kalau sandal ini belum bisa dihargai lebih, paling tidak bisa memberikan informasi dan ilmu melalui tutorial di blog ini yang nilainya mungkin jauh lebih bermanfaat. Ikhlas itu kalau diuraikan panjang sekali, padahal ini kan sekedar tutorial, kok bisa ngomongin sampe ke situ. Hehe…
Semoga bermanfaat 🙂