Posts Tagged ‘konyol’

It’s rain now!

June 1, 2014

Aku nggak tahu, mungkin grammar judul di atas salah, seharusnya it’s raining now. Tapi sebenarnya ada sebuah pesan terselubung di dalam kalimat itu untuk someone special pada waktu itu. Waktu itu aku masih SMA. Dan dulu aku ingin sekali membuat kata-kata itu untuk dibikin stiker cutting (manual). Aku bahkan sudah menentukan jenis font apa yang mau aku ambil dari sebuah iklan di Koran Singapura, The Straits Time yang kudapat dari kakakku. Kakakku bisa dapet koran itu dari bos-nya. It’s rain now! Aku selalu mengatakan itu saat hujan tiba sambil tersenyum memandang ke langit. Seolah ada semangat untuk menghadapi situasi. Orang biasanya males kalau hujan turun. Banyak rencana yang gagal gara-gara hujan. Tapi ketika aku bilang It’s rain now! Justru membuatku bersemangat. Bahkan aku mengharapkan hujan datang membersamaiku. I love rain!

Sekarang hujan sangat sulit ditebak. Di Jogja akhir-akhir ini panas dan gerahnya bukan main. Sementara saat aku telepon istriku di Sumedang, di sana sedang hujan deras. Sekarang aku memang sedang terpisah jarak dengan istriku karena dia sedang hamil muda. Kondisi awal kehamilan yang serba tidak memungkinkan, mengharuskannya untuk lebih baik dia di Sumedang saja. Bukan hanya menjaga kalau tiba-tiba mual-mual dan muntah, tapi istriku merasa tak cocok dengan panasnya Jogja. Baik-baik di sana ya sayangku…

Kalau tak pikir-pikir kok Jogja sudah tidak seperti dulu lagi ya? Sekarang suka gak jelas, kadang suasana gerah dan sepertinya pertanda mau turun hujan, tapi malah nggak hujan-hujan. Aku ingat, dulu pada tahun 2012, awal aku mendirikan TELAP12, hujan sudah nggak turun lagi di bulan April. Sekarang bulan Mei masih turun hujan meskipun kadang cuman sebentar. Setiap mau nyuciin motor dan nggak jadi, sorenya hujan. Lalu aku berujar; “Untung tadi nggak jadi nyuciin motor, hehe…” Karena hujan yang kadang datang nggak jelas itulah yang bikin aku selalu menunda-nunda untuk nyuciin motor.

Pertengahan Mei kemarin, sebelum istriku balik ke Sumedang, aku sempat bikin tulisan “I LOVE RAIN I LOVE PROBLEM” di jas hujan, dengan menggunakan selotip kertas dalam rangka menyambut hujan sekaligus menyambut masalah yang kadang datang terus bertubi-tubi. Aku memang sengaja membuat tulisan itu untuk menjadi penyemangat diriku agar selalu berpikir positif dan tidak nglokro (malas) dalam menghadapi masalah. Dan setelah aku bikin itu di jas hujan, hujan nggak pernah turun-turun! Eh maunya mau mancing hujan malah nggak turun-turun. Aku sampai kasihan pada motorku karena debunya sudah naudzubillah.

Melihat motorku yang sudah lusuh dan kumel karena sering di parkir dekat jalan berdebu dan berbaur bersama motor-motor para pelanggan TELAP12 tiap harinya, aku jadi nggak tega. Aku merasa tidak pernah mengurusi motorku. Motorku seolah bilang kepadaku; “Apa kau tidak malu menumpangi aku yang kayak gini?” Malu banget sih, tapi tunggu waktunya yah? Kamu nggak tau apa, akhir-akhir ini aku sibuk banget? Maka Minggu pagi tadi aku berniat mencuci sendiri motorku itu. Aku memang sengaja tidak menyerahkannya ke tempat cuci motor biasanya. Selain untuk menciptakan kedekatanku dengan motor, juga ngirit karena tanggal tua. Sebab uang yang tersisa mau untuk dibelikan kado bayi. Nggak apa-apa lah, kan Senin gajian… dan bisa puasa sunnah Senin dulu 🙂 Mas Arif, temanku di Syafa’at sudah lahiran putri keduanya. Rencananya nanti sore mau nengok.

Mulailah aku mencucinya dengan 2 shampo Head&Shoulders Mint. Biar adem pikirku. Aku cuci sampai pada detil-detilnya. Setelah dibilas, motor terlihat bersih dan mengkilap. Lalu aku tinggalkan sebentar biar kering. Ketika balik lagi, kok masih kelihatan kusam ya? Terlihat masih ada bekas-bekas bulir-bulir air yang mengering. Bahkan hasilnya masih kalah sama tempat cuci motor, meskipun di sana bagian detil motor masih banyak yang terlewatkan. Apa karena ini motor emang sudah kotor banget ya? Sampe kalah meski sudah dishampo. Tunggu dulu, di tempat pencucian motor kan pake dipoles kit biar mengkilap? Akhirnya siangnya aku ke Pamela 2 untuk beli kit yang spray, sekalian beli kado buat bayi.

Setelah dapet tuh kit, saatnya menyemprot dan memoles pakai kain lap. Eh semprotannya rusak. Terpaksa ambil semprotanya pledge yang biasanya dipakai warung buat ngelap meja. Agak susah juga ngaturnya soalnya semprotannya gede, sedangkan tabung spray kit-nya kecil. Semua bagian aku semprot, lalu aku poles tiap sampai sedetil-detilnya. Hasilnya? Nih motor cakep banget dah! Tau gini dari dulu aku nyuci motor sendiri aja. Lebih bersih, lebih irit! Aku puas dengan hasil kerjaku. Setelah itu aku mulai bikin ucapan dan bungkus kado, ngashar, mandi, trus berangkat deh nengokin bayi. Sebelumnya aku sms untuk janjian sama Mas Antok Syafa’at dulu. Dia mau kuajak menemaniku sekaligus nunjukin tempatnya Mas Arif. Jadi ke kantor Syafa’at dulu, baru ke rumahnya Mas Arif.

Keluar dari warung, semua mata pelanggan yang baru datang, tertuju pada motorku yang kuno tapi cakep. Di jalan pun aku sangat pede mengendarai motor. Dan sampailah pada lampu merah kali Mambu. Lampu merah di sana memang sangat lama. Tapi tak mengapa, biar orang bisa ngeliat lebih lama motorku yang kece ini. Tak sengaja aku melihat selebor belakang pengendara yang ada di depanku. Di selebor itu ada stiker merah dengan tulisan ITS RAIN di bawahnya ada alamat http://www.itsrainwear.com kalau nggak salah. Sepertinya itu merek clothing. Aku langsung teringat dengan It’s Rain Now! (nyambung kan sama pengantar di awal? Hehe..) Ketika sampai di pertigaan Sop Merah, dari kejauhan terlihat hujan deras di Pojok Benteng Kulon. Seolah ada sekat yang jelas bagian yang hujan sama yang tidak. Ealah, It’s Rain Now! beneran…

Aku pun langsung menepi, soalnya sayang sama motorku. Baru aja dicuci dan dibanggain, eh malah hujan! Pengendara lainnya pun juga menepi untuk berteduh. Kulihat cahaya matahari sore masih bersinar terang diantara hujan yang semakin lama semakin deras. Ah, paling cuma sebentar. Eh bukannya mereda, tapi malah semakin deras. Sebenernya sih jas hujan ada, tapi motor baru aja dicuci. Sampai pengendara-pengendara yang berteduh itu pada ngeliat aku, seakan ikut setuju bahwa sayang kalau motor yang kencling itu dipake’ hujan-hujanan. Wah sepertinya aku dipermainkan hujan nih. Tapi tak apa, toh kapan-kapan motor ini juga bisa dicuci lagi. Mungkin inilah saatnya aku memakai jas hujan “I LOVE RAIN I LOVE PROBLEM” hahaha…

Aku langsung menggulung celanaku, dan kupakai jas hujanku. Orang-orang pada memandangku. Aku sengaja mempertontonkan bagian belakang jas hujan yang bertuliskan “I LOVE RAIN I LOVE PROBLEM”. Hehe, keren kan? Lalu kustarter motorku dan siap menerjang hujan. Sengaja aku keluar perlahan dari tempat berteduh itu, biar orang-orang yang berteduh di situ semuanya membaca pesan yang ada di jas hujanku. Dan mulailah aku pede lagi dengan jas hujanku itu menerjang hujan di jalanan, menyalip motor dan mobil (biar mereka bisa membaca pesan di jas hujanku yang keren, hehe..) Tapi baru saja mau sampai di perempatan Prawirotaman hujan mereda. Bahkan sampai di warung Bu Ageng, aspal tidak kelihatan basah-basah amat. Ternyata di daerah situ cuman gerimis aja. Sampai di Suryodiningratan pun sudah tidak hujan, hanya basah sedikit. Dengan santai dan pandangan kosong ke depanaku bergumam; “Hey hujan, aku tahu, kau mencoba mempermainkanku… aku sudah menduganya dari tadi kok…”

Lalu sampailah aku di kantor Syafa’at. Cahaya matahari dari arah barat bersinar begitu hangat. Aku suruh Mas Antok untuk memotretku bersama jas hujan dan motorku. Aku sedang merencanakan sesuatu. “Kau boleh mempermainkanku hujan, tapi awas.. setelah dari Mas Arif nanti……., aku akan langsung nge-blog!”

 

i-love-rain

 

Hujan pun tersenyum dan membalasnya dengan pelangi. Seolah senang kalau aku ngeblog lagi malam ini…

 

rain_mbuh

sedang apa #3

November 11, 2013

“Sedang apa… sedang apa… sedang apa sekarang. Sekarang sedang apa.. sedang apa sekarang?”

Kelompok kami memulai permainan sambung kata ini. Babak pertama kami sudah kalah. Entah di babak kedua ini lawan menjawab apa. Aku tegang.

“Sedang senam… sedang senam… sedang senam sekarang. Sekarang senam apa.. senam apa sekarang?”

Aku terdiam sejenak untuk berpikir, kelompokku pun ikut terdiam (pasrah). Kalau pembaca sekalian melihat jawaban itu, mungkin akan bisa melanjutkan. Bisa senam-pagi, senam-sehat, senam-jantung, dll. Tapi saat itu aku panik. Lalu mengapa aku diam sebentar? Karena yang kudengar bukan senam, melainkan senang. Saat itu aku nggak sempat berpikir kalau bukankah senang itu kata sifat? Dan permainan ini kan seharusnya dimulai dengan kata kerja? Tapi yang namanya panik mau gimana lagi. Aku berpikir selanjutnya senang apa? Ada maksud apa mereka menjawab sedang senang? Maka aku jawab saja;

“Senang hati… senang hati… senang hati sekarang. Sekarang hati apa.. hati apa sekarang?”

Lalu gemparlah lagi suasana di kelas.

“Huu… apaan tuh senam-hati? Mana adaa?…Ha-ha-ha…”

Aku pun tersadar, ternyata aku salah dengar. Aku mau membela kalau aku salah denger, tapi mau gimana lagi. Kelompok lawan meledek habis-habisan. Kelompok kami semakin terpuruk dan kelihatan bego-nya. Kekalahan ini lebih parah daripada kekalahan babak pertama. Aku merasa bersalah karena tidak bisa membantu mengangkat kelompok yang dianggap rendah kastanya ini. Kalau aku ingat peristiwa ini aku jadi bertanya; Ya Allah adilkah ini? Tapi apapun itu, aku mencoba untuk ber-husnudlon alias berprasangka baik. Apa jadinya jika saat itu aku nggak salah dengar? Mari kita balik lagi ke belakang , lalu prediksikan ke depan. Siap? Oke, kita mulai dari;

“Sedang senam… sedang senam… sedang senam sekarang. Sekarang senam apa.. senam apa sekarang?”

Saat itu jika aku mendengar kata senam, pasti aku geram dan berpikir; pintar sekali mereka memilih kata kerja. Jadi aku harus membalasnya dengan yang lebih pintar. Tak mungkin aku menjawabnya senam-pagi atau senam-sehat. Terlalu gampang buat mereka. Bagaimana dengan senam-massal? Hal ini mungkin terjadi, karena saat itu aku paham betul dengan kata massal, karena populer di acara sunat massal. Mereka pasti susah jawabnya.

“Senam massal… senam massal… senam massal sekarang. Sekarang massal apa.. massal apa sekarang?”

Meski susah tentunya mereka nggak mungkin menyerah. Karena mereka nggak hanya bandel, tapi juga pandai berkelit dan maunya menang sendiri. Peluang terbesar mereka adalah, mereka akan menjawab ngawur tapi masuk akal.

“Massal-lah buat lo?… massal-lah buat lo?… massal-lah buat lo sekarang. Sekarang lah buat lo apa.. lah buat lo apa sekarang?”

Lagunya pun jadi semakin ngawur dan keluar dari aturan.

“Lah, buat gue gak ada masalah apa-apa.. emang masalah buat lo?”

 “Iya, masalah buat gue, lu nantangin gue? Hah? Nantang lo!!??”

Akhirnya kelas pun ribut, saling berkelahi karena nggak terima dan berujung pada dendam yang tak selesai-selesai. Ibu guru tak kuasa untuk melerai kedua kelompok itu.

Untung saja kelompok kami kalah, kalau tidak? Akan terjadi permusuhan terus-terusan dan mungkin akan semakin parah. Kekalahan kami membuat semuanya kembali normal dan kegiatan belajar-mengajar tidak berubah menjadi kegiatan hajar-menghajar.

Begitulah kira-kira prediksinya. Hehe.. ada-ada aje

 

sedang apa #2

November 11, 2013

Ini lagi-lagi mengenai permainan sedang apa. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, aku sangat suka sekali dengan permainan ini meskipun sering kalah. Dan ada satu lagi ingatanku waktu SD yang sampai sekarang masih aku ingat. Aku selalu ingat karena ini ada persoalan gengsi kalau kalah dalam permainan ini. Sialnya aku berada di kelompok yang boleh dikatakan kelompok yang mana di situ kumpulannya orang-orang yang pendiem, pasif, kurang pandai bergaul, dan biasanya tidak pinter-pinter amat. Sehingga mereka benar-benar mengandalkan aku, karena aku dianggap yang terpintar diantara mereka. Aslinya sih sama saja.

Dan lawanku kebetulan adalah kelompoknya anak-anak yang bandel tapi otaknya pada encer semua. Aku sih biasanya bergaul dengan mereka, tapi entah kenapa minggu itu aku berada di barisan anak-anak yang boleh dikatakan termarjinalkan. Di kelasku ada empat baris tempat duduk dan tiap minggu pindah satu baris. Di permainan sedang apa ini dibagi dua kelompok, dan kebetulan pas banget aku dengan 2 barisan anak-anak yang mereka itu seolah berada dalam kasta terendah. Jaman dulu memang begitu, biasanya yang pintar senengnya ngumpul sama yang pintar-pintar, yang merasa bodoh ngumpulnya sama yang bodoh, dan mereka seakan minder dan nggak pantas kalau bergaul sama anak-anak yang pintar. Seakan mereka itu berada di tingkatan kasta terendah.

Melawan orang bandel yang kritis dan cerdas itu susahnya bukan main. Apalagi aku seperti harus melawan mereka sendirian, soalnya yang lain pada ngikut. Jadi sedang apa dan selanjutnya itu tergantung aku. Tak ada yang ngasih ide atau saran karena mereka merasa bodoh dan takut kalau jawabannya keliru. Dan ketika aku diam karena bingung, maka mereka diam dan menyerah. Lalu kalah deh..

Permainan pun dimulai, lawan yang mulai duluan.

“Sedang apa… sedang apa… sedang apa sekarang. Sekarang sedang apa.. sedang apa sekarang?”

Aku pun menjawab dengan kata kerja “pergi”, yang lain sudah tentu otomatis setuju. Kenapa saat itu aku jawab sedang pergi? Karena tiba-tiba aku teringat dengan gantungan yang biasanya di pasang di pintu kos-kosan. Ada tulisan nama, lalu di bawahnya ada tulisan sedang, dan di bawahnya ada beberapa option, yaitu: belajar, tidur, pergi. Ya aku jawab sedang pergi saja, kayaknya mereka akan agak susah menjawab kelanjutannya.

“Sedang pergi… sedang pergi… sedang pergi sekarang. Sekarang pergi apa.. pergi apa sekarang?”

Aku pun berprediksi ke depan dengan cepat, mungkin mereka akan menjawab;

1. Pergi-Pulang, maka selanjutnya akan kujawab pulang-kampung

2. Pergi-Jauh, maka selanjutnya akan kujawab jauh-hari

3. Pergi-Lama, maka selanjutnya akan kujawab lama-nunggu

4. Pergi-Aja, kayaknya yang ini nggak mungkin deh

Tapi jawaban mereka diluar dugaanku;

“Pergi ke bank… pergi ke bank… pergi ke bank sekarang. Sekarang ke bank apa.. ke bank apa sekarang?”

Apa-apaan ini? Pintar sekali mereka. Mereka membubuhkan kata “ke” tapi tetap bisa dengan 2 suku kata, yaitu ke-bank. Bagaimana mereka bisa dapat jawaban serperti itu? Licik sekali mereka. Kalau aku jawab ke bank BRI (yang aku tahu saat itu hanya BRI dan BNI), maka itu akan lebih dari 2 suku kata, dan nggak pas kalau dinyanyikan. Aku sangat panik dan bingung saat itu seakan nggak bisa mikir apa-apa lagi.

Karena aku merasa mereka sangat kebangetan sebab seenaknya saja menjawab, maka aku jawab seenaknya saja;

“Ke-bank-ngeten… ke-bank-ngeten… ke-bank-ngeten sekarang. Sekarang ngeten apa.. ngeten apa sekarang?”

Lalu mereka langsung meledek “Huuu…. apaan tuh ngeten? Ha-ha-ha..”

Ibu guru yang bertugas sebagai juri langsung menyetop permainan yang baru sebentar ini. Lalu sambil tertawa beliau bilang “Yak, kelompok sebelah kanan kalah… Mana ada bank namanya bank-ngeten? Yang ada itu bank BRI, BNI, atau BPD..”

Lalu aku protes “Tadi aku mau jawab BRI Bu, tapi nanti jadi maksa lagunya.. gak pas..”

Lalu Bu guru bilang “Ya nggak apa-apa, kan memang jawabannya yang ada itu. Kalau tadi kamu jawab bank BRI kamu bisa ngalahin kelompok kiri. Pasti mereka nggak bakalan bisa jawab BRI apa…”

Apa? Dipaksain lagunya boleh meski tidak 2 suku kata? Ah nyesel banget aku tadi nggak jawab BRI. Kalau saja aku jawab itu, mereka pasti diam tak berkutik, karena waktu itu belum ada yang namanya BRI syariah, BRI junior, dll. Atau kalau aku jawab ke bank plecit, pasti mereka nggak bisa jawab selanjutnya plecit apa. 2 suku kata lagi. Tapi bagi anak seumuran itu, dan di tahun itu, mana tahu plecit itu apa?

Entah bagaimana aku bisa jawab kebangeten, tapi memang karena mereka benar-benar kebangetan. Ah, coba aku tadi jawab kebangetan? Ngetan itu kan dalam bahasa Jawa artinya ke Timur, lawannya Ngulon alias ke Barat. Ah, nantinya lagunya jadi acak-kadut.

Baiklah aku mengaku kalah, tapi yang jelas dalam peristiwa ini bisa diambil pelajaran, yaitu; jangan panik dan jangan takut keliru. Saat itu aku sudah panik duluan karena merasa berada diantara kelompok anak-anak bodoh, dan melawan anak-anak pintar yang bandel. Itu yang membuatku tak berani mengambil keputusan hingga akhirnya takut kalau jawabannya keliru. Padahal keliru itu wajar. Dan yang kualami itu, yang tadinya kukira keliru, malah justru bisa membuat skak-mat lawan.

Nah selanjutnya babak kedua giliran kelompokku yang memulai. Hasilnya sudah bisa ditebak, kalah lagi. Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku selalu kalah dalam permainan ini. Tapi dari kekalahan itu kalau aku prediksikan ke depan, justru kekalahan itu bisa menyelamatkan 2 kelompok dari pertikaian.

Penasaran? Ikuti kisahnya di sedang apa #3

“Sedang apa… sedang apa… sedang apa sekarang. Sekarang sedang apa.. sedang apa sekarang?”

Bersambung…

sedang apa #1

October 30, 2013

Ada nggak yang tiap hari selalu dapat sms dari teman atau pacar dengan sms “sedang apa sekarang?” Maka kalo dijawab “sedang makan” dia akan sms lagi “makan apa?” Lalu kamu jawab “makan mie rebus” Dan setelah itu mungkin nggak selesai-selesai nanyainnya sampai kamu mengakhirinya dengan “udah dulu ya, sekarang mie rebusku udah menjadi mie goreng”. Tapi tahu nggak, kalo ada juga permainan semacam itu yang mungkin bisa nggak selesai-selesai? Bahkan sampai kiamat sekalipun.

Tahu permainan sedang apa? Ini adalah permainan sambung kata yang saling sahut-sahutan. Lagu awalnya kayak gini nih;

“Sedang apa… sedang apa… sedang apa sekarang. Sekarang sedang apa.. sedang apa sekarang?”

Lalu pihak lawan harus membalasnya bahwa dia sedang ngapain. Lalu ngapainnya itu dilanjutkan lagi ngapain apa. Begitu terus sampai pihak lawan sudah kehabisan  apanya itu mau apa lagi. Entah permainan ini awal mulanya dari mana dan siapa penciptanya, tapi biasanya permainan ini ada dalam kegiatan Pramuka dan dilakukan oleh 2 kelompok. Aku sangat suka dengan permainan ini meskipun sering kalah. Biasanya jawabnya terdiri dari 2 suku kata, misalnya sedang nya-pu, sedang nge-pel. Pokoknya kalau lebih dari 2 suku kata, nggak banget deh, meskipun ada yang maksain begitu. Misalnya sedang me-nya-pu, sedang me-nge-pel, sedang ber-se-pe-da, sedang nye-tri-ka, sedang wa-wan-ca-ra, sedang ko-res-pon-den-si, dll

Dan yang namanya sedang ngapain, maka menjawab awalnya tentu saja dengan kata kerja. Nggak bisa dengan kata sifat (adjektif) berupa perasaan seperti sedang gembira, sedang marah, atau sedang sedih. Apalagi kata benda. Baru setelah itu bebas nyambunginnya pakai kata apa. Kata benda, kata keterangan, dll. Coba kalau awalnya dijawab sedang sedih maka lanjutannya “Sedih apa sekarang?” Maka kalau dijawab “Sedih banget” maka “Banget apa sekarang?” Mau dijawab apa? Banget sedihnya? Balik lagi dong? Atau mungkin kalo dijawab “Sedih sekali.. sedih sekali… sedih sekali sekarang. Sekarang sekali apa sekali apa sekarang?” Lalu dijawab “Sekali lagi… sekali lagi… sekali lagi sekarang. Sekarang lagi apa.. lagi apa sekarang?” Maka akan balik lagi “Lagi sedih… lagi sedih.. lagi sedih sekarang…” Dan lagu ini sampai kiamat pun takkan selesai-selesai. Hehe…

Sebenarnya ada yang aku ingat waktu SD akan permainan mengasyikkan ini. Yaitu sedang apa yang nggak selesai-selesai kalau dilanjutkan sampai kiamat. Yang aku ingat seperti ini:

Sedang apa… sedang apa… sedang apa sekarang? Sekarang sedang apa.. sedang apa sekarang?

Sedang goreng… sedang goreng… sedang goreng sekarang. Sekarang goreng apa… goreng apa sekarang?

Goreng nasi… goreng nasi… goreng nasi sekarang. Sekarang nasi apa… nasi apa sekarang?

Nasi goreng… nasi goreng… nasi goreng sekarang. Sekarang goreng apa… goreng apa sekarang?

Silakan kalau mau dilanjutkan, dilanjutkan dengan kalimat sebelumnya… Begitu seterusnya sampai kiamat, hehe…

daleman

September 30, 2013

Pagi ini aku telat subuhan. Aku keluar menuju balkon depan, melihat mentari sudah menampakkan sinaran buram yang tak terlalu menyilaukan. Lampu jalan masih menyala seolah tak mau kalah menyaingi sinarannya. Mengingatkanku pada para pekerja lembur yang masih bertahan menyelesaikan pekerjaannya sampai pagi.

 

lampu-jalan-vs-mentari

 

Tak terasa mulai hari ini sudah bulan Oktober. Dan tepat setahun aku istirahat dari dunia Advertising dari pertengahan September tahun lalu. Sebenarnya aku ingin melewatkan blog-ku melewati bulan September begitu saja. Bulan September adalah bulan yang sangat sibuk bagiku. Karena terhitung mulai hari Ahad tanggal 1September, aku sudah pindahan dari kosku yang di Godean, menuju Umbulharjo dan menempati ruko bagian atas warung TELAP12. Dan yang namanya pindahan (seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya) tak segampang yang diduga. Aku perlu sampai 3 hari untuk menata barang-barangku, itupun belum sepenuhnya beres hingga sekarang. Ah, yang penting semua barang-barangku sudah dipindahin dulu.

 

barang_pindahan

 

Tapi sebenarnya yang paling penting adalah masalah adaptasi. Diantaranya, aku harus giliran menggunakan kamar mandi dengan pegawai-pegawaiku. Kemudian masalah mencuci pakaian, aku hampir susah mencari waktu yang tepat untuk mencuci pakaian. Tapi perbedaan yang paling mencolok dibanding tempatku dulu di Godean adalah nyamuknya. Kalau di Godean aku hampir tak pernah merasakan gigitan nyamuk kalau malam. Aku bisa tidur dengan nyaman tanpa ada gangguan nyamuk. Sekalipun ada, itupun tak sebanyak dan seganas nyamuk di Umbulharjo. Pegawai-pegawaiku sampai harus siap sedia Autan biar bisa tidur enak. Sedangkan aku hanya bermodalkan selimut atau memakai celana panjang dan baju lengan panjang. Dan tetap saja nyamuk-nyamuk itu selalu mengusik tidurku.

Tapi hari Ahad kemarin sepertinya aku sudah menemukan solusinya. Begini ceritanya…

Minggu terakhir bulan September adalah puncak-puncaknya hari yang sibuk bagiku. Tak hanya itu, cucian juga menggunung sampai 10 hari. Saking susahnya mencari waktu buat nyuci, kalau dihitung-hitung dalam bulan September aku mencuci hanya 3 kali. Laundry? Nggak mau. Dari hitung-hitungannya saja, sekali laundry biasanya mentok-mentoknya 20-ribuan. Tapi hanya dengan deterjen 800 gram seharga 17-ribuan, itu bisa buat nyuci pakaian dalam sebulan, bahkan selalu lebih. Maklum awal-awalan pedagang itu mikirnya kayak gitu, menekan pengeluaran seminimal mungkin tapi hasilnya harus bisa semaksimal mungkin.

Ceritanya hari Kamis lalu, jam 2-an pagi aku baru mulai mencuci pakaian kotorku yang sudah 10 hari itu (bayangin coba). Karena cucian banyak dan harus menghemat tenaga, aku pakai Molto sekali bilas 8-ribuan. Ya pada kenyataannya sih aku nggak tega kalau habis nyuci langsung aku masukin ke rendaman Molto sekali bilas. Meskipun namanya sekali bilas, tapi aku bilas dulu pakaianku sekali (dari biasanya yang 3 kali bilas), baru aku masukin ke air rendaman Molto. Toh meski instruksinya “hanya cukup setengah tutup botol” kebanyakan orang nggak melakukan seperti itu, tapi lebih dari setengah. Bukan hanya karena nggak tega, tapi juga ada tanda bintang di instruksi itu yang berbunyi untuk jenis pakaian tertentu. Jenis pakaiannya apa, nggak dijelaskan. Apalagi setengah tutup botol itu untuk 10 liter air, sedangkan rendamanku lebih dari itu.

Sehabis subuh langsung kujemur di tempat yang tidak terkena matahari langsung, namun mendapat akses udara yang cukup. Selain biar awet pakaiannya, juga biar wanginya nggak berubah jika langsung terkena sinar matahari. Dan memang wangi banget, sampai wanginya itu membekas terus di tanganku dan memenuhi ruangan itu. Setelahnya, mulailah aku dihajar habis-habisan oleh kesibukan yang lain. Dari menyiapkan desain buat yang mau kerjasama dengan warung TELAP12, mengurus Surat Keterangan Usaha, sampai lembur buat ikutan lomba logo lagi. Hari Jum’at kupunguti jemuran itu. Yang dihanger aku kumpulkan dan letakkan di atas tumpukan kardus bekas lemari es, sementara yang daleman (CD dan kaos sporet) aku lemparkan saja berserakan di kasur. Tak ada waktu untuk melipatnya dengan rapi dan menatanya untuk dimasukkan di lemari. Aku tidur pun di kasur dengan daleman-daleman yang berserakan itu.

Sabtu habis maghrib barulah aku bisa istirahat sejenak dan melepaskan beban pekerjaan. Hanya tinggal pekerjaan melipat daleman-daleman yang masih berserakan diantara bantal dan guling. Habis isya’ rencananya pingin aku lipetin dan masukin ke dalam lemari pakaian, tapi begitu tubuhku sudah tersungkur duluan di kasur, niatan itu nggak kunjung dikerjakan juga. Karena sudah capek luar biasa, dan daleman-daleman yang berserakan di kasur itu membawa suasana wangi dan aroma terapi yang bikin rileks, maka aku langsung terlelap.

Jam 3 pagi aku sudah bangun. Badan terasa fresh dan bugar. Saat itu aku merasakan kondisi yang begitu beda dibandingkan hari-hari biasa waktu aku bangun. Aku mencoba berpikir sebentar, kok rasanya ada yang beda ya? Tapi apa? Oh iya, biasanya waktu bangun, tangan dan kaki gatal-gatal, panas, dan bentol akibat gigitan nyamuk, tapi ini nggak. Apa ya penyebabnya? Setelah dipikir-pikir ternyata yang membuat nyamuk enggan mendekatiku adalah karena aroma wangi dari daleman-daleman yang berserakan disekitar kasur. Daleman-daleman itu berfungsi layaknya tanaman pengusir nyamuk macam lavender atau zodia. Mungkin Moltonya wangi bunga lavender kali. Dan rasanya inilah solusi yang lumayan ampuh buat ngusir nyamuk-nyamuk Umbulharjo yang ganas-ganas itu.

Akupun berpikir logis, daleman-daleman itu aku rendam pake Molto siapa yang mau nyium wanginya coba? Aku aja nggak. Kalau baju kan wajar karena dipakai di luar. Jadi daleman yang wangi itu seolah tak memiliki fungsi apa-apa alias sia-sia. Toh, itu juga nggak ngaruh sama alat vital yang dilindungi oleh daleman kan? Lagian kalau daleman disebar di kasur buat tidur dan ngusir nyamuk… Yaa fine-fine aja bagiku. Justru itu bisa memberikan sensasi relaksasi buat tidur jadi nyaman. Hanya saja mungkin (bukan mungkin sih kayaknya) terlihat nggak etis dan benar-benar diluar batas kewajaran. Bisa-bisa dikira ada kelainan. Bahkan lebih parah. Soalnya bagi orang yang  fetishism biasanya yang dicium adalah daleman wanita, ini malah dalemannya sendiri, apa namanya kalo gitu?

Jadi kesimpulannya adalah daleman ini merupakan solusi yang efektif tapi tak wajar. Yang kedua, sepertinya sangat nggak etis dan tak patut kalau aku menceritakannya di blog ini. Tapi yang ketiga, gara-gara daleman yang berserakan ini, aku jadi diingatkan untuk sebuah urusan yang sangat penting. Saat itu aku berdiskusi perihal daleman dengan seseorang lewat telepon, tapi bukan soal pengusir nyamuk… Sangat serius. Swer!

signal and sign

July 2, 2013

Wah tak terasa, sudah lama jarang ngeblog, ternyata sekarang blog-ku tepat sudah berumur empat tahun. Dan selama itu sepertinya aku belum pernah ingat kapan blog-ku ulang tahun. Ini pun tak sengaja saat ngecek email yang mengharuskanku membuka dashboard. Pas di warung lagi. Sepertinya aku perlu memposting tulisan untuk memperingati ultah-nya blogku ini. Ini ada hubungannya mengapa aku ngeblog di warung, biasanya kan di kos. Ikuti saja ceritanya, meskipun mungkin agak memusingkan.

Semenjak aku resign dari petakumpet, salah satu hal yang terputus darinya adalah aku nggak bisa online gratis lagi 🙂 Nah, ini adalah salah satu tantangan bagiku untuk tidak terlalu bergantung pada fasilitas nge-net gratis itu. Sudah saatnya aku bisa online kapan saja dan dimana saja, nggak harus pas di kantor, dan pake gocek sendiri. Masalahnya adalah, aku ini orangnya gaptek bukan main. Maka kemudian aku minta saran sama yang biasa online terus, baik pakai smartphone, android, mobile phone, atau gadget apalah itu namanya. Aku ajak Emyr untuk main ke rumahnya Mbak Yanti sekaligus konsultasi sama Mas Hendrik, suaminya Mbak Yanti.

Intinya adalah, aku nggak mau beli smartphone dulu, tapi bagaimana biar aku bisa online dengan laptop peninggalan dari petakumpet itu (yang sampai sekarang belum pernah diinstal ulang, hehe..) Maka satu-satunya ya pakai modem. Aku juga gak paham mau pakai GSM atau CDMA, terus bayarnya gimana, isi ulangnya gimana, dsb-nya. Aku hanya bilang, pokoknya berikan yang terbaik dan sekiranya cocok bagiku apapun itu yang penting aku bisa online dengan laptopku, nanti totalnya berapa. Akhirnya aku dirokumendasikan pakai modem at&t sama Mas Hendrik dan kartunya pakai GSM AXIS PRO. “ Terus kalau habis gimana?” tanyaku. “Pokoknya tiap habis beli aja AXIS perdana terus, lalu suruh aktifin sama operatornya” jawab Mas Hendrik.

Beli perdana terus? Berarti ganti kartu terus ya? Dan itu bukan salah satu kebiasaanku. Namun mau bagaimana lagi, orang gaptek. Dan sejak saat itu aku menjalani dengan situasi yang seperti itu terus. Dengan Rp. 50.000 untuk satu bulan, kuota 1,5 GB unlimited. Karena unlimited aku masih bisa menggunakan sampai 2 GB lebih, karena unlimited. Hanya saja nggak sekenceng ketika belum habis sampai 1,5 GB. Jika masa berlaku habis, ganti kartu AXIS perdana lagi. Dan di kosku yang di Godean sinyal Axis ini kenceng banget, tapi pas dipake di warung nggak sekenceng di Godean. Sehingga aku jarang update apa-apa di warung. Pernah aku berganti pake kartu 3 karena penasaran, tapi akhirnya balik ke Axis lagi.

Akhirnya saat itu aku bisa update dimana saja kapan saja, yang paling sering sih di kos. Kalau dulu waktu masih di petakumpet, aku hanya bisa update pas ada di kantor, itupun kalo internetnya nyala. Sehari-hari setiap aku update image, aku seperti update pakai mobile phone. Padahal aku potret pakai kamera digital lalu transfer ke laptop, baru aku update ke twitpic atau blog. Pokoknya yang namanya aku seberapapun canggih teknologi, caranya masih suka pakai cara primitif. Kesian ya?

Nah di laptopku connector at&t tidak bisa berjalan dengan baik, maka Mas Hendrik memberikan connector Airband (aduh, aku lupa namanya, mungkin benar itu) Awalnya berjalan lancar sekali, namun tiba-tiba ketika pemakaian sudah melebihi 1,5 GB, tiba-tiba Airband nggak respon sama Windows lalu mati sendiri. Tapi masih bisa buat internetan. Nah ketika aku ganti pake perdana lagi, semua kembali normal. Suatu hari aku mencoba untuk isi ulang Axis, tanpa ganti beli perdana terus. Meskipun sebenarnya lebih baik beli perdana saja, isi ulang malah bayarnya lebih mahal, Rp.52.000. Awalnya baik-baik saja, namun ketika sudah ter-connect Airband hilang dengan sendirinya karena nggak compatible sama Windows. Namun masih bisa buat internetan. Aku yang terbiasa dengan cara primitif masih bisa bersabar 🙂

Entah kenapa pas bulan Maret, modem ini jadi aneh. Ketika connect pakai Airband, dari tombol disconnest, di-klik jadi connect, lalu airband itu hilang sendiri karena nggak compatible sama Windows. Internet jalan. Tapi ketika aku membuka google image, facebook (fb-nya orang), blog, email, atau yahoonews tiba-tiba jadi nggak connect sama internet. Lalu Airband tersebut muncul dengan sendirinya dengan tombol connect yang harus di-klik agar bisa nyambung lagi, setelah itu Airband ilang dengan sendirinya. Dan ketika aku refresh google image, atau email, tiba-tiba nggak connect lagi, lalu Airband muncul agar aku mengklik tombol connect, karena kalau nggak nanti Airband keburu ilang lagi, lalu aku harus mencabut modem dan memasangkannya kembali agar Airband muncul dengan tombol connect. Dan anehnya kalau buat twitteran bisa, tapi kalau untuk membuka gambar-gambar dari twitpic atau foursquare pasti akan nggak connect lagi. Aku seperti dipermainkan oleh modem. Onlineku hanya bisa untuk twitter saja?!

Akhirnya aku harus menambah kesabaranku bila mau kirim email. Buka email – nggak connect – diconnect lagi – refresh – email inbox keliatan – nggak connect lagi – di connect lagi – refresh – klik compose – nggak connect lagi – diconnect lagi – refresh – attachment – nggak connect lagi – diconnect lagi – attachment – nggak connect lagi – diconnect lagi – attachment – nggak connect lagi – diconnect lagi – attachment – nggak connect lagi – diconnect lagi – sampai kalau aku beruntung tiba-tiba attachmentnya bisa, padahal file yang diattach hanya sekitar 80 KB. Lalu send, dan berhasil dan nggak connect lagi. Sabar, yang penting misi mengirim file berhasil. Saking capeknya, pernah aku print screen lalu aku update di twitter. Sampai 13 kali  kali aku harus bersabar nyambungin ke internet. Aslinya malah lebih!

 

modem-mati2

 

Suatu hari aku mencoba untuk online di tempat lain. Modem berjalan baik meski Airband hilang sendiri setelah connect. Oh, berarti sinyal di Godean nggak bagus dan mungkin sudah banyak yang make’ Axis. Tapi lama-lama jadi nggak connect ketika aku buka image atau email. Apa sinyal di sini juga nggak bagus ya? Karena ketika aku online di warung, modem itu nggak mati saat aku buka apa saja. Dan karena hanya bisa untuk twitteran saja, kadang aku baru memakai kurang dari kuota 1,5 GB pas masa berlakunya sudah habis. Sayang banget kan? Lalu bagaimana jika aku harus search image atau posting blog? Biasanya aku mampir main ke kantor petakumpet hanya buat numpang internetan doang pake’ wifi. Kasihan memang, tapi daripada aku klik bolak balik connect-nggak connect? Mau sampai tua?

Daripada bingung, aku konsultasikan ke Mas Hendrik. Ketika modem dicoba di komputernya, bisa berjalan dengan baik. Tapi ketika di laptopku, saat untuk buka image, blog, email dan sebagainya jadi nggak connect lagi. Mas Hendrik menyimpulkan bahwa ada virus di laptopku. Sepertinya perlu diinstal ulang. Maklum sejak pertama aku pakai laptop sampai sekarang, belum pernah diinstal ulang. Masalahnya adalah aku nggak punya waktu untuk itu karena sibuk mengurus warung TELAP12. Lalu solusinya adalah aplikasi Airband diilangin diganti dengan cara yang lebih primitif dengan dial *99#. Entahlah, aku adalah orang gaptek yang selalu dipermainkan dengan teknologi. Ada nggak sih teknologi yang bikin semuanya jadi simpel? Ini kompleks dan ribet banget!

Oke masalahnya adalah virus, tapi kenapa kalau aku aktifin di warung, internetnya baik-baik saja, nggak pernah mati, dan malah lebih kenceng daripada yang dulu? Termasuk untuk memposting blog ini dan kemarin. Nah lho? Apakah ini karena virus? Atau sinyal di Umbulharjo bagus? Apa sebenarnya yang diinginkan modem ini hingga mempermainkan aku seperti ini? Aku hanya merenung sebentar, mengambil pelajaran, dan mencari tanda-tanda apa yang bisa kuhubungkan. Sepertinya ini adalah ‘sign’ atau tanda sebagai peringatan bagiku. Sign bahwa sudah semestinya aku harus pindah dari Godean ke warung TELAP12. Karena rencana pindah sebenarnya sudah sejak Maret dulu, namun sampai sekarang belum pindah-pindah juga. Sepertinya modem ini mencoba mengingatkanku dengan cara ini, agar aku tidak terlalu menunda-nunda kepindahanku. Toh ketika aku sudah ada di warung aku jadi lebih mudah mengurus semua bisnis ini dan berinteraksi lebih dekat dengan pegawaiku. Aku hanya bisa berprasangka baik. Mungkin seperti itu. Wallahu a’lam…

SMP itu lucu

March 17, 2013

Itu adalah judul dari majalah KAWANKU tahun 90-an (saat itu ada tokoh stil-nya) yang saat ini masih aku ingat-ingat terus. Isinya mengulas segala sesuatu kelucuan saat masuk periode SMP. Aku tak ingat banyak, karena saat itu aku masih SD. Artikelnya sebenarnya nggak terlalu panjang, dan yang paling aku ingat adalah SMP itu seragamnya lucu. Kalo SD pakai celana pendek, SMA pakai celana panjang, maka SMP celananya nanggung. Sampai di majalah itu dibuat ilustrasinya. Dan hal itu benar-benar kualami waktu SMP.

Waktu SMP kulihat banyak yang suka sekali pakai celana pendek di bawah dengkul, seperti celananya tukang cendol keliling. Sampai-sampai saat itu ada aturan sejauh mana panjang celana pendek SMP. Sehingga yang terjadi adalah, celana yang pendeknya terlalu panjang (lucu banget yah kalimatnya?), dipendekkan dengan cara bagian yang panjang dilipat lalu dijahit. Anak SMP justru malah suka dengan gaya itu yang menurut mereka trendy, terus saku belakangnya jahitannya dibikin seperti saku celana jeans. Lalu saat upacara diumumkan lagi bahwa celana pendek tidak boleh ada lipatan, tapi dipotong lalu dijahit. Welah!

Yang lebih norak lagi adalah trend saat itu. Sudah celananya bawah dengkul, trus pakai kaos kaki sepakbola sampai hampir di atas dengkul. Mungkin kalau untuk sholat jauh lebih tertutup auratnya. Ditambah pakai topi dengan bagian penutupnya yang ditengadahkan ke atas lalu dikasih tulisan pake Tip-X. Satu kata untuk trend itu, wagu!

Meski jaman sekarang sudah banyak berubah, tapi SMP tetep aja lucu. Kalau dulu kelas 1,2,3, sekarang namanya kelas 7,8,9. Celana anaknya Pak Kos-ku warnanya juga biru, tapi celana panjang, bukan celana pendek yang nanggung. Dan kelucuan yang tidak akan berubah adalah saat transisi menuju masa puber alias masa-masa ABG. Masa SMP adalah masa dimana kita merasa sudah tidak anak kecil lagi. Sudah mulai menyukai lawan jenis dan mulai mengenal pacaran (anak TK aja sudah tau kok, hehe..) Apalagi jaman sekarang ada hp. Aku merasakan perbedaannya saat anaknya Pak Kos main ke kamarku. Dulu nonton film dan ngakak bareng, sekarang ditontonin film malah sibuk sms. Sedikit-sedikit badannya dipalingkan ke samping, hp-nya ditaruh di sebelah kanan atau kiri pinggang lalu sms-an, agar tidak diketahui dia sms apa. Sampai-sampai ayahnya akhirnya tidak mengijinkan dia memiliki hp karena isinya rayuan gombal semua. Pernah suatu ketika Pak Lik-nya datang main, lalu ketika pulang, Pak Lik-nya nelpon kok ada sms mesra di BB-nya. Aku ngakak! Lha siapa lagi kalo bukan anaknya Pak Kosku? Bisa-bisanya curi-curi kesempatan pake BB Pak Lik-nya.

Ciri khas yang tak pernah berubah dari masa SMP adalah sifatnya yang sok dan suka ikut-ikutan. Sok pake istilah gaul, sok pake bahasa Inggris, sok jago, dll. Suatu hari ketika aku baru saja membuka pintu kamar, anaknya Pak Kos yang mau berangkat sekolah memanggilku “Mas…!!” Aku pun menoleh. Dengan wajah yang sok jagoan dia menunjuk ke arahku sambil berkata “You are next!” Waduh, apalagi nih maksudnya? Next disini apakah dia habis mengalahkan lawannya kemudian aku yang selanjutnya? Sepertinya sih begitu. Tiap ketemu aku dia selalu begitu, menunjuk ke aku sambil bilang “You are next!” Sampai lama-lama suatu hari dia capek dan bertanya padaku sambil bawa kamus “Mas, you are next itu maksudnya apa sih, kok di kamus artinya kamu selanjutnya?” Waaa-gubrak! Tiap hari You Are Next tapi nggak tahu apa maksudnya! Ternyata dia ikut-ikutan teman-temannya, katanya kalo udah ngucapin gitu kelihatan keren. Aku waktu SMP juga sok pake kata-kata bahasa Inggris, tapi ya nggak seperti ini nulisnya.

 

nexs

 

SMP juga sudah mulai galau. Tapi yang sekarang kayaknya tingkat galaunya kelewat akut. Waktu trend galau sedang memuncak-muncaknya, setiap aku berangkat ke masjid bersama dia, dia selalu menepuk pundakku sambil berkata “Sing sabar Mas” Benci banget aku kalau dia melakukan itu. Nggak ada apa-apa, dia menepuk pundakku dan bilang Sing sabar Mas. Bikin mood yang sedang hepi jadi galau, apalagi kalau memang galau beneran. Pernah suatu hari aku ngeliat dia sedikit-sedikit mengecek hp-nya lalu gelisah. Mungkin sms-nya nggak dibales-bales. Kalau jamanku mungkin melihat surat yang dikirimin ke target ditemukan kembali di tempat sampah, hehe.. Wajah gelisah itu terus menyertainya kemanapun. Suatu hari pas aku sholat berjamaah isya’ dia ada disampingku. Aku merasa ada aura galau yang sangat dalam dirinya. Dari tadi murung dan gelisah terus. Dan benar saja, ketika rakaat kedua imam belum menyelesaikan suratnya, entah apa yang dia pikirin sampai-sampai dia membatalkan sholatnya, geleng-geleng sebentar, lalu takbir lagi mengulang sholatnya. Dan dalam perjalanan pulang dari masjid, sebelum menyeberang jalan, aku tepuk-tepuk pundaknya dan bilang “Sing sabar yo..” Lalu aku tambahin lagi  “Cewek itu emang begitu, nggak usah dipikirin” langsung dihantamkan pecinya ke aku, hehe..

Yang lebih lucu lagi adalah, waktu SMP suka bikin kelompok atau slogan-slogan yang entah apa maksudnya, habis itu dibikin stikernya. Coba ini apa maksudnya? Ah, pokoknya SMP itu lucu deh!

 

sahabat-palsu

revisi undangan

January 25, 2013

Terereng-stet-stet…. tutut-tuut-tut… stet-ste<

Halo, assalamu ‘alaykum?

Wa ‘alaykumsalam, bro ada revisi bro. Alamat akad sama tasyakurannya ganti lagi. Ganti di gedung Golkar

Lah, kan udah naik cetak?

Bisa diganti gak bro kira-kira?

Ya susah…

Trus gimana bro ada solusi nggak?

Bisa sih ditutupin sama stiker alamat baru, disamain warna backgroundnya

Hmm ribet yah bro?

Atau gini… biar gak repot alamat yang di undangan nggak usah diganti. Biarin aja gitu…

Terus?

Nanti kalau para undangan sampai di alamat rumah, dikasih papan gedhe dengan tulisan “Akad nikah & tasyakuran pindah ke gedung Golkar”. Lalu mereka akan gembruduk berduyun-duyun menuju lokasi… hehe…

CITS-UGM

December 9, 2012

Ada yang tahu apa itu CITS-UGM?

Tidak?

CITS adalah program kuliah satu tahun. Singkatannya Center for Instrumentation and Technical Services. Tidak ada yang tahu?

Wajar, karena kayaknya sekarang CITS-UGM sudah tidak ada. Tapi aku akan menceritakannya. Mungkin ini bukanlah tempat kuliah terbaik, tapi ketahuilah ini menjadi salah satu lompatan penting yang mengubah perjalanan hidupku.

Awal 2002. Ceritanya bermula saat temanku SMA yang beda kelas menanyakan apakah aku mendapatkan surat dari CITS-UGM yang menawarkan beasiswa. Dia menanyakan karena beasiswa itu ditujukan bagi siswa yang selama kelas satu sampai tiga selalu pada peringkat sepuluh besar di kelasnya. Dan aku salah satu siswa yang ada di posisi itu. Aku menjawab tidak, tapi kalau beasiswa dari STIMIK-AKI Semarang iya. Aku ingat betul, saat itu promosinya menggunakan Agnes Monica sebagai brand ambassadornya. Biasanya memang selalu begitu, ketika mendekati kelulusan, banyak tawaran beasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi. Entah bisa dapet informasi siswa-siswa dengan peringkat sepuluh besar dari mana. Katanya dia juga mendapatkan dari STIMIK-AKI juga, tapi dia benar-benar tertarik dan penasaran dengan CITS-UGM.

Temanku masih ragu apakah CITS-UGM itu beneran atau bagian dari sebuah penipuan. Masalahnya adalah program yang ditawarkan adalah D1 alias cuma satu tahun. Dan terus terang, aku dan termasuk keluargaku nggak ada yang paham kalau ditanyakan seputar kuliah. Istilah S1 dan D3 saja aku masih nggak paham, apalagi D1. Padahal sudah dijelaskan dari BK. Bagiku yang terpenting kuliah, hehe.. aku benar-benar orang yang udik. Tapi meskipun aku nggak paham seputar dunia Perguruan Tinggi, tapi aku tertarik dengan CITS-UGM. Dan tahukah apa yang membuatku tertarik? Yaitu embel-embel UGM. Siapa yang nggak kenal UGM? Siapa saja kalau ditanyakan kuliah di mana, maka akan sangat membanggakan bila menjawab; aku kuliah di UGM.

“Daripada meragukan, bagaimana kalau saat bimbingan belajar untuk SPMB (sekarang namanya SNMPTN) di Jogja kita datangi saja” kata temanku. “Baiklah” jawabku. Rupanya dia nggak mau menjadi orang yang ditipu sendirian seandainya program itu adalah bohong 🙂

Maka, setelah UNAS, temenku bimbel di Gama Exacta di Gedung Kuning, sementara aku di NEUTRON Jl. Taman Siswa. Entah aku lupa bagaimana saat itu kita bisa janjian ketemuan bareng-bareng mendatangi CITS-UGM, padahal waktu itu nggak ada hape. Setelah nanya-nanya orang dimanakah Jl. Teknika Utara Gedung PAU-Pasca Sarjana UGM, akhirnya ketemu. Waaw, disinikah tempat kuliahnya? Berada di gedung pasca sarjana yang keren diantara MM-UGM dan gedung melengkung dengan jembatan yang ada pertemuan lengkungan seperti garis gradien parabola dan monumen seperti susunan lintasan atom-atom yang bisa berputar. Kami sedikit kesusahan mencari di mana tempatnya CITS-UGM. Ternyata tempatnya berbaur dengan gedung kedokteran tropis-biologis, aduh aku lupa namanya. Kayaknya namanya itu 🙂

Ruangan untuk administrasi pendaftaran dan lain-lain, berada di ruang yang disekat dengan papan triplek. Setelah yakin nggak yakin, temanku akhirnya berminat dan menerima tawaran beasiswa tersebut. Saat itu hanya temanku itu yang kujadikan acuan untuk kuliah setelah SMA. Jadi aku pun akhirnya berminat juga dengan modal fotokopian nilai rapor dari kelas 1 sampai kelas 3 CAWU II (dulu singkatan dari Catur Wulan, lucu banget yah?) Karena dengan modal 10 besar, sudah langsung otomatis diterima tanpa tes, tapi nggak dapat beasiswa. Aku ingat betul berapa total biaya pendaftaran, administrasi (jas, KRS, kartu mahasiswa) plus biaya SPP semester pertama, yaitu Rp 700.000,- Yang menarik adalah jika SPMB diterima, dan siswa yang bersangkutan akhirnya memilih kuliah sesuai dengan yang diterima dari SPMB, maka semua uang tersebut dikembalikan. Dan setelah itu langsung otomatis mendapatkan surat sudah terdaftar menjadi mahasiswa CITS UGM. Wow!

Temanku mengambil jurusan Teknik Elektronika sedangkan aku meskipun anak exact tulen, namun kata hatiku mantap mengambil jurusan Desain Grafis. Aku merasa jurusan ini sangat menjanjikan meskipun saat itu belum populer. Dan benar saja, di awal tahun 2005 jurusan desain grafis mulai membanjiri. Sejumlah perguruan tinggi pun mulai banyak membuka jurusan baru desain grafis.

Saat sampai di kos, aku perlihatkan surat pernyataan itu ke teman-teman seperjuangan bimbel untuk menunjukkan bahwa statusku sudah mahasiswa. Mereka tak bisa mengejekku Sarjana Umbah-umbah lagi (lebih detailnya, baca postingan Sarjana Ojek https://husnimuarif.wordpress.com/2011/07/20/sarjana-ojek/) Dan kalimat Menimbang – Mengingat – Memutuskan menjadi kalimat yang membuat mereka iri sehingga mereka pun akhirnya ikut-ikutan mendaftarkan diri ke CITS. Tiga temanku dengan bangga menunjukkan kalau status mereka sudah mahasiswa, 2 Teknik Informatika dan 1 Teknik Elektro.

 

CITS_01

 

Dan dari mereka akhirnya aku tahu ternyata tes Gelombang 1 dan Gelombang 2 tidak ada. Ini adalah program pertama, siapapun yang mendaftar langsung otomatis mendapat surat pernyataan terdaftar sebagai mahasiswa CITS-UGM. Inilah yang membuat aku dan teman-temanku yang awalnya bangga, menjadi sangsi akan program satu tahun ini.

Waktu pun mendekati SPMB. Dan sialnya saat balik ke Jepara untuk kelulusan, aku terkena herpes di mata (lihat postingan https://husnimuarif.wordpress.com/2009/10/29/help-help-herpes/) Kembali ke Jogja, lalu ujian SPMB ke Semarang dengan segudang penderitaan dan penyakit herpes di mata, tak hanya mengganggu konsentrasiku dalam mengerjakan tes SPMB, tapi aku menjadi pusat perhatian. Aku seperti Panda, dan seratus persen aku tak yakin bisa lolos SPMB. Kata psimisku seolah mantra, dan benar namaku tak tertera di sederetan font kecil pengumuman SPMB yang tercetak di koran. Satu-satunya harapanku adalah menjadi mahasiswa CITS-UGM. Tapi sayangnya dari saudara keponakan banyak yang tak setuju. Program satu tahun? Nanggung banget! Mereka menyarankan aku untuk mencoba D3. Akhirnya aku ke Undip Semarang bersama temanku yang sudah terdaftar di CITS-UGM namun keluarganya nggak setuju dan dia sendiri juga nggak yakin.

Sampai di Semarang mulailah mencari-cari informasi program D3. Aku dan temanku menginap di Tembalang, di kosnya temanku yang sudah diterima di jurusan Peternakan dari jalur PMDK. Di Undip aku sangat berencana masuk Teknik Arsitek, tapi tak ada yang D3. Yang ada hanyalah Program Ekstensi. Dan lagi-lagi aku nggak mudeng Ekstensi itu apa. Yang aku tahu itu program S1 4 tahun diluar jalur SPMB. Biaya pendaftarannya sangat mahal, hingga akhirnya lama-lama aku paham program Ekstensi itu apa. Bayarnya mahal.

Saat ujian Ekstensi aku berangkat pagi-pagi sekali langsung dari Jepara. Sudah pagi pun, aku tetap saja telat! Bus yang kutumpangi ketika transit seolah tak niat berjalan hingga ingin rasanya aku sendiri yang menyupirnya. Sudah setengah jam lebih aku terlambat. Karena tak tahan aku turun dari bus dan berlari melewati persawahan yang terjal. Aku tiba di ruangan bermandikan keringat. Meski diperbolehkan untuk ikut ujian, namun keringat ini terus mengucur hingga akhirnya membasahi lembar jawaban komputer. Aku sampai minta ganti lembar jawaban ke pengawas ujian. Soal kukerjakan dengan mudah. Mudah sekali. Aku sudah sangat mblenger mengerjakan soal-soal SPMB. Meski waktuku hanya sedikit, tapi aku bisa menyelesaikannya.

Dari perjuanganku itu aku diterima. Ibuku sangat senang sekali, dan akan memenuhi nadzarnya untuk ziarah ke Sunan Kudus. Tapi kakakku nggak setuju kalau aku kuliah Ekstensi. Masalahnya adalah biayanya sangat mahal. Tapi ibuku sanggup membiayainya. Aku jadi bingung, pilih Teknik Arsitek Undip atau CITS-UGM? Ekstensi mahal, meski ibuku sanggup membiayainya, tapi aku merasa tak tega. Sedangkan CITS-UGM biayanya sudah dibayar sebagian, tapi kuliahnya cuma satu tahun selesai. Mana yang sayang untuk dilepas?

Tiba-tiba saja ada kalimat dari kakakku yang membuatku akhirnya memilih pilihan itu. Aku ingat sekali apa yang terlontar dari mulut kakakku: “Kalau CITS UGM dilepas, berarti lenyap dong 700 ribu? Itu bisa buat modal buka warung gado-gado” Kalimat sepele yang mungkin tak ada artinya dan bisa keluar dari mulut siapa saja, tapi entah kenapa tiba-tiba sangat menusuk bagiku. Tak pernah sekalipun dia berkata tentang kewirausahaan yang saat itu akupun belum paham. Dari kalimat itulah akhirnya aku memutuskan memilih CITS-UGM. Pak Dhe-Bu Dhe, Pak Lik-Bulik, saudara keponakan pada menghujatku dan menganggapku bodoh. Sebuah perjuangan berat yang akhirnya dilepaskan begitu saja. Namun aku bilang ke mereka kalau aku akan nyambi bimbingan belajar di NEUTRON lagi untuk persiapan ikut SPMB 2003. Mereka mengerti.

 

CITS_02

 

Selanjutnya temanku yang mendapatkan beasiswa dari CITS-UGM akhirnya melepaskan uang 700 ribu-nya karena keterima di STAN. Aku ingat saat dititipin untuk mengambil jas almamater CITS-UGM daripada sayang nggak diambil. Teman-temanku yang sudah terdaftar menjadi mahasiswa CITS-UGM pun tak ada yang mengambilnya, karena keluarganya tak ada yang setuju. Lalu aku bismillah saja berjuang sendirian menjalani program satu tahun yang tak tahu kejelasan rimbanya. Sebuah pilihan yang penuh resiko, dan semua gara-gara “warung gado-gado”.

Awal masa orientasi pun terlihat sangat wah. Semua mahasiswa CITS-UGM dengan bangga memakai jas almamater dan berkumpul di MM-UGM. Dan benar, ternyata kami adalah angkatan pertama. Sambutan dari Direktur Program dan Kepala Bagian begitu meyakinkan. Tak ada ospek, dan aku baru tahu apa itu ospek saat anak-anak kos baru, pagi-pagi sudah kewalahan dan sibuk sendiri. Kelihatannya kasihan, tapi itu membuatku iri. Setelah ospek mereka saling bercerita tentang pengalaman dan kelucuannya saat diospek, sementara aku hanya bisa manyun. Aku merasa sepertinya aku salah ambil keputusan dan tak ada yang bisa dibanggakan kuliah di sini. Setiap orang yang menanyakan “Masnya, kuliah di mana?” maka agar kelihatan bisa sombong dikit aku jawab “cits.. UGM!” Mengecilkan suara CITS dan mengeraskan UGM-nya ha-ha…

Perkuliahan pun dimulai meski bagi sebagian mahasiswa merasakan tak tampak seperti sedang kuliah. Terlebih aku yang seharusnya masuk jurusan exact. Tak ada Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Namun ada beberapa mahasiswa yang berinisiatif untuk membentuk organisasi kerohaniawan. Namanya OKI atau UKI, aku lupa, yang jelas itu seperti AAI atau Asistensi Agama Islam di UGM. Mereka sangat bersemangat meski yang kulihat baru membuat mading dakwah yang ditempel di mushola. Keseluruhan perkuliahan adalah 80% praktek dan 20% teori. Di jurusan desain grafis mulai dikenalkan dasar-dasar dari titik, garis, bentuk, dll yang bagi sebagian mahasiswa tampak seperti pelajaran menggambar TK. Namun disinilah aku mengenal apa yang namanya Nirmana dan Komputer terutama Komputer Grafis. Program grafis pertama yang kukenal adalah COREL 10. Dan aku mulai keranjingan. Buku Corel yang hanya ada satu di perpustakaan jadi rebutan.

Sepertinya bakatku menemukan tempatnya. Waktu ujian Mid Semester dan Ujian Semester 1 aku menyelesaikannya dengan baik hingga nilainya Cum Laude. Meskipun saat itu aku nggak paham Cum Laude itu apa 🙂

 

CITS_03

 

Masuk ke Semester 2 sudah mulai menyusun Tugas Akhir (TA), cepet banget kan? Disinilah perhatian dan fokusku terpecah menjadi dua, TA dan SPMB part 2. Beruntung aku dapat me-­manage dengan baik meskipun akhirnya SPMB yang kedua ini akhirnya gagal lagi. Hey, aku bisa mengerjakan semua soal dengan mudah, you know?. Dan dari pengerjaan TA inilah aku jadi mengenal perancangan komunikasi visual dan advertising. Aku mengenal analisis pasar, analisis data, identifikasi brand, dsb. Saking seriusnya aku cari data-data itu dari beberapa Majalah Informasi & Peluang Bisnis, SWA, dan internet. Dan yang paling menarik adalah aku bisa memunculkan inovasi baru dan ide yang sangat mungkin diterapkan pada brand tersebut. Refisi demi refisi terasa sangat seru dan menyenangkan saat itu.

 

CITS_TA_02

 

Produk yang aku angkat adalah minuman berenergi, Milo dari produk Nestlé. Aku kembangkan minuman berenergi itu tidak hanya sebagai minuman sportif tapi juga minuman rileksasi. Milo tidak hanya memunculkan energi yang biasanya diperlukan saat beraktifitas, tapi juga bisa memunculkan energi “romantic” saat orang bersantai bersama someone special. Saat itu muncul Milo 3 in 1 yang di-mix dengan gula dan Dancow. Sebelumnya saat menjadi anak kos baru, aku memiliki kebiasaan bikin Milo dicampur sama kopi. Melihat Milo 3 in 1 tersebut, tiba-tiba kepikiran ide untuk bikin Milo di-mix dengan kopi instant Nescafe yang sama-sama produknya Nestlé. Dan jadilah yang namanya Milo Romance. Sebuah pemilihan nama yang keren, padahal saat itu aku belum mengenal yang namanya copywriting. Font-nya pun keren, meskipun saat itu aku belum mengenal font jenis Script yang mengesankan sifat pribadi yang akrab. Untuk elemen grafisnya aku kasih ilustrasi dua sejoli dan mawar kuning sebagai ikon pendukung. Dan memasukkan mawar kuning ke dalam huruf O pada MILO adalah tindakan yang sangat berani. Untuk ilustrasinya aku meniru polesan kuas ala Alex Ross di komik Kingdom Come, meskipun nggak bisa sebagus itu 🙂 Aku mengerjakan dengan semangat sehabis subuh sambil mendengarkan lagu The Beatles yang diputar di radio Yasika setiap hari jam 5 pagi (kecuali hari minggu) oleh penyiarnya Mas Rocky.

 

CITS_TA_03

CITS_TA_04

 

Tak disadari ternyata aku sudah belajar jauh tentang Desain Grafis, Copywriting, Advertising, and also Strategic Planning.

Untuk mendesain packaging dalam bentuk embalage aku harus menggabungkan beberapa desain yang disimpan di lebih dari 10 disket. Dari disket-disket itu aku gabung dan aku simpan dulu di rental komputer milik dosen pembimbingku, Pak Kuncoro. Maklum saat itu untuk burning CD plus CD-nya saja harus merogoh kocek Rp.25.000. Uangku aku prioritaskan untuk biaya print yang per lembar harganya Rp.50.000 ukuran A3, kertas glossy. Ada 3 karya yang harus diprint lalu dibingkai untuk pameran pas acara wisuda. Celakanya saat aku mau ambil file yang sudah tersusun untuk di-burning di CD, file-file di rental komputer itu sudah dihapus. Padahal aku perlu file itu untuk lampiran TA. Akhirnya karya yang sudah diprint dipotret pakai kamera digital lalu dimasukin dan diedit ke Corel. Karena tak ada scan ukuran A3 saat itu. Untung dosenku punya kamera digital. Dan tahukah berapa harga kamera digital saat itu? 5 – 8 juta 🙂 Tak kebayang sekarang harganya ada yang kurang dari sejuta dengan kualitas yang lebih bagus daripada kamera digital saat itu.

Pendadaran pun berlangsung seru, penuh dengan debat dan saling mempertahankan pendapat. Saat itu yang menguji adalah Pak Affandi, dosen Pendidikan Seni UNY-Pencipta logo UAD. Saking serunya sampai nggak kerasa sudah sejam lebih nggak selesai-selesai. Mahasiswa yang lain yang sedang menunggu giliran sampai heran sebenernya apa yang dibicarakan? Setelah pendadaran, masih juga ada revisi, padahal beberapa hari lagi wisuda. Sungguh perfeksionis Pak Affandi ini, meskipun ini angkatan pertama yang seharusnya dimudahkan.

Ketika semuanya beres tibalah saatnya untuk menjilidnya menjadi sebuah karya Tugas Akhir. Saat itu Pak Kuncoro sempat membandingkan karya TA-ku dengan karya Skripsi mahasiswa UNY yang menjadi panduan referensi. Katanya karyaku justru jauh lebih baik daripada mahasiswa S1 tersebut 🙂 Dan ada kalimat yang terlontar dari mulut beliau “Kalo bisa membuat karya Tugas Akhir yang bagus kayak gini, kenapa harus kuliah lama-lama sampai sampai empat tahun ya?” Iya-ya hehe… Saat itu sampai sempat kepikiran mau bikin stiker C1TS, singkatan dari Cuma 1 Tahun Saja, hehe..

 

CITS_TA_01

 

Acara wisuda pun tiba dan diselenggarakan dengan sangat wah di gedung Grha Sabha Pramana UGM, sehingga membuat orangtua siapa saja yang ada di situ bangga. Teman-teman kosku pun pada iri. Terutama yang sedang ngerjain TA nggak kelar-kelar. Baru aja setahun sudah wisuda? Wow, keren banget. Upacara penyematan pun berjalan sangat sempurna. Tidak ada kecacatan wisudawan yang salah tempat duduk dan sebagainya. Semua sudah diatur dengan rapi. Setelah prosesi wisuda selesai, para tamu undangan bisa melihat pameran karya anak Desain Grafis dan Teknik elektro yang dipajang di gedung GSP sambil menikmati makanan prasmanan dan foto-foto.

 

Foto waktu wisuda di depan karya

Foto waktu wisuda di depan karya

 

Sekalipun terlihat sempurna, namun ternyata ada sedikit kecacatan. Beberapa hari setelah wisuda, peserta yang sudah memenuhi syarat administrasi bisa mengambil buku wisuda. Kebetulan temanku ada yang sudah mengambilnya. Saat aku melihat buku wisuda tersebut, ternyata aku yang terbaik dengan nilai tertinggi di jurusan Desain Grafis. Ealah, seharusnya aku yang berada di deretan depan mahasiswa predikat Cum Laude saat acara wisuda 🙂 Selidik-selidik ternyata saat acara wisuda berlangsung, nilai TA dari Pak Affandi belum keluar. Tapi aku bangga dengan pencapaianku itu.

Dari CITS-UGM inilah yang menjadi modal terbesarku di D3 Advertising Komunikasi UGM. Setelah pengumuman SPMB dan gagal, aku sangat frustasi. Bagaimana tidak? Sudah persiapan bimbel matang-matang tapi tidak keterima juga. Aku disarankan temanku untuk mencari program D3. Dan gara-gara TA-ku di CITS UGM itulah yang akhirnya membulatkan keputusanku untuk mengambil jurusan Advertising. Dan aku bisa masuk ke D3 Advertising tanpa modal apa-apa. Ilmu sosial tahu apa aku? Yang lebih parah lagi adalah saat ujian masuk D3, soal yang berjumlah 100 hanya aku isi sekitar 70-an, karena saat SPMB aku terlalu terbiasa dengan sistem nilai benar +4 salah -1, jadi harus cermat dan hati-hati. Padahal di lembar soal paling depan instruksinya disuruh mengisi semua dan tak ada sistem benar +4 salah -1. Tambah stres-lah aku ketika baru menyadarinya setelah selesai mengerjakana ujian. Aku hanya teringat waktu pendaftaran ke Gedung Biru Fisipol UGM (sekarang sudah nggak ada, jurusan advertising juga sudah nggak ada, hehe) aku berdoa “Ya Allah, ayolah… D3 Advertising memerlukan orang seperti aku…”

Masa itu adalah masa-masa depresi karena aku sudah yakin nggak bakal diterima. Untuk menenangkan diri, aku pulang ke Jepara dan menceritakan semua yang terjadi kepada keluargaku. Aku sudah pesan teman kosku yang di Jogja untuk membelikan koran KR pada tanggal pengumuman. Saat aku telpon dari Jepara, katanya tidak ada pengumuman di koran KR hari itu. Ah, sudahlah, sudah jelas-jelas nggak bakalan diterima. Esoknya aku kembali ke Jogja karena aku memutuskan untuk masuk Ekstensi Pendidikan Seni Rupa di UNY bermodal sertifikat dari CITS-UGM. Memang ada kemudahan dan kerja sama dengan pihak UNY saat itu. Sampai terminal Terboyo Semarang, aku masih tak percaya kalau tak ada pengumuman D3 UGM di KR kemarin. Akhirnya aku memutuskan membeli koran KR tanggal sebelumnya di terminal Terboyo. Dan kebetulan ada orang baik yang mau mencarikannya. Dan ada. Aku buka perlahan-lahan koran itu… lembar demi lembar… Ternyata temanku benar, tidak ada pengumuman D3 UGM pada tanggal itu.

Sampai Jogja aku langsung tidur seharian di kamar. Paginya, aku bersiap-siap akan mendaftar ke UNY. Sebelum berangkat, tiba-tiba ada teman kosku yang baru saja pindah kos datang untuk main. Dia menyalamiku sambil bilang “Selamat yah… tolong aku dikenalin cewek-cewek Fisipol” Aku merasa hari-hariku semakin aneh dan membingungkan. “Loh, kok kamu nggak ikutan ospek? Bukannya ospeknya serentak?”. “He?!!” lawakan macam apa ini? Kebetulan saat itu dia membawa koran KR yang ada pengumuman D3 UGM. Dia punya koran itu karena adiknya juga mendaftar di jurusan Geografi, dan diterima. Ternyata pengumumannya 3 hari sebelum pengumuman yang tertera pada brosur-nya. Pantas saja di koran KR yang aku beli tidak ada. Dibukalah koran itu dan digaris bawahi-lah namaku yang tertera di situ.

 

D3_anncmnt

 

Segera aku meluncur ke Fisipol melewati mahasiswa-mahasiswa yang sedang ospek dan langsung menuju bagian administrasi di Gedung Biru. Dari bagian administrasi mengatakan kalau informasi pengumuman di brosurnya salah. Dan Alhamdulillah, aku masih bisa daftar ulang disaat yang lain sedang diospek. Doaku dikabulkan dengan cara yang… Ya Allah, Kau pandai bercanda 🙂

Dengan modal apa yang diajarkan di CITS-UGM aku selangkah lebih maju daripada yang lainnya dan bisa menyelesaikan semua mata kuliah dengan sempurna. Kalau saja tidak ada CITS-UGM mungkin aku tak bisa apa-apa saat itu. Dan mungkin sampai sekarang. Aku selesaikan kuliahku dengan predikat Cum Laude. Dulu waktu aku wisuda CITS yang seharusnya berada di deretan wisudawan yang Cum Laude, akhirnya terbayar sudah. Tak hanya Cum Laude, aku juga yang terbaik jurusan. Orangtuaku sangat bangga meskipun ibuku tak tahu apa itu Cum Laude, yang dia tahu adalah pokoknya rangking satu 🙂 Aku bahkan sudah mulai kerja di petakumpet sebelum aku diwisuda. Dan layaknya di film-film inilah happy ending…

 

Wisuda_01

Wisuda_02

 

So, apapun kondisimu selama kau bisa meninggalkan atsar yang baik, maka kau bisa menjadi yang terbaik, tak peduli dimanapun itu tempatnya. (lihat postingan menjadi yang terbaik dengan meninggalkan atsar yang baik https://husnimuarif.wordpress.com/2012/11/14/menjadi-yang-terbaik-dengan-meninggalkan-atsar-yang-baik-2/) CITS-UGM mungkin bukanlah tempat kuliah favorit dan terkenal, siapa sih yang pernah mendengarnya? Tapi aku merasa bangga bisa menjadi alumni di sana. Bahkan aku bangga untuk menyebutkan kalau aku adalah alumni CITS tanpa menggunakan embel-embel UGM. Berapa banyak mahasiswa yang bangga kuliah di UGM dengan mengeluarkan biaya yang tak sedikit, namun tidak bisa meninggalkan bekas (atsar) yang terbaik? Berapa banyak orang yang bangga bekerja di perusahaan terkenal dengan gaji tinggi? Ha? Dulu ibuku ingin sekali aku menjadi PNS atau pegawai bank, tapi atsar apa yang bisa kutinggalkan? Kadang banyak orang bangga dengan pendapatan yang kita dapat, tapi pedulikah mereka apakah rejeki itu bisa memberi manfaat bagi orang lain? Atau yang lebih penting lagi apakah rejeki itu barokah atau tidak? Tak perlu malu dengan kondisimu yang mungkin penuh keterbatasan. Kita bisa bangkit dengan keterbatasan itu selama ada niat yang besar untuk melakukan yang terbaik dan bisa meninggalkan jejak yang baik pula.

Kok dadine malah koyok motivasi yo? 🙂

Sembilan tahun berselang, dan aku mencoba untuk mengontak teman-teman CITS-UGM yang ada di Jogja untuk reuni setelah Lebaran pada tahun 2011 lalu. Tak lama setelah itu, aku ajak temanku CITS, Bosiran untuk mendirikan usaha kuliner TELAP12. Bisa dikatakan TELAP12 ini terpengaruh oleh TA-ku di CITS-UGM. Aku adalah orang yang suka memodifikasi apapun. Kalau pas TA aku memodifikasi produk Nestlé, Black Innovation Awards aku memodifikasi standar, sekarang di TELAP12 aku memodifikasi produk indomie. Dan masih banyak lagi. I’m the modification man 🙂

Dan di TELAP12 inilah aku bisa bertemu dengan teman-temanku di Desain Grafis CITS-UGM dulu. Bulan Juni lalu aku meminjam buku wisudanya Budi, teman dekatku dan juga partnerku di CITS-UGM dulu. Aku mau men-copynya untuk sekedar bernostalgia dan mau aku posting di blog (ealah, lama bangeet..mostingnya). Entah aku lupa apa sebabnya dulu aku selalu mengurungkan waktu untuk mengambil buku wisuda itu hingga akhirnya nggak kuambil-ambil.

 

CITS_04

 

Aku lihat fotoku di buku wisuda itu. Ya Allah, dengan kumis lele tipis yang wagu seperti itu, aku seperti orang di jaman era 70-an. Aku mencoba membandingkan fotoku dengan rambut yang sama pada tahun 2012. Tampaknya sekarang aku tampak lebih muda. Aku seperti dalam film Benjamin Button ha-ha….

 

CITS_05

selamat dari selamat ulang tahun

December 7, 2012

Aku nggak ulang tahun hari ini. Hanya saja tiba-tiba aku teringat kenanganku waktu SMA.

Siang itu pelajaran terakhir adalah Bahasa Indonesia. Pelajaran baru dimulai sebentar, tapi aku sudah minta ijin ke belakang. Agak lama aku kembali ke kelas lagi. Aku kembali duduk di bangku dengan biasa saja, tak ada perasaan curiga apapun. Bel pulang pun akhirnya berbunyi. Tiba-tiba beberapa temanku cepat-cepat keluar duluan. Ada beberapa temanku yang sudah bersiap siaga di belakangku, tapi aku keluar dengan santai seolah tidak ada apa-apa. Aku berjalan hingga tertawa terbahak-bahak saat bertemu dengan teman-temanku yang sudah keluar duluan tadi. Mereka menatapku kesal sambil membawa plastik bening kosong. Sementara teman-teman yang di belakangku kecewa karena tak jadi mendekapku.

Ya, waktu aku ijin ke belakang tadi, aku pecahin semua plastik berisi air yang disembunyiin teman-temanku untuk siap dilempar ke wajahku di hari ulang tahunku itu. Aku mengetahui dimana mereka menyembunyikan plastik berisi air itu saat aku  main ke kelas lain untuk melihat catur.  Padahal saat menyembunyikan plastik berisi air itu, mereka memberi tahu ke anak-anak yang sedang bermain catur di situ. Termasuk ke arahku. Bagaimana mereka sampai tidak melihatku di situ? 🙂

Akhirnya aku salami mereka semua yang gagal mengucapkan selamat ulang tahun padaku dengan lemparan plastik berisi air. “Terima kasih kawan, tapi aku sudah terlalu banyak cucian”

Mungkin itu adalah hari ulang tahun terbaikku saat ini.